Mata Hatiku

Hai! Namaku Chrysanova. Selamat datang dib log Mata Hatiku. Blog ini dibuat untuk menampung beberapa tulisanku sekalian buat “pamer”,hehehe. Buat kalian yang udah repot-repot datang,kenapa nggak kalian sumbangin komentar biar ke depannya kita semua bisa nikmatin cerita yang lebih bagus di sini. OK,segitu aja dari aku. Selamat membaca ya. Thanks a lot.

Guest Book

click here to fill it

Kamis, 19 Februari 2015

Malas Menulis? Ini Solusinya


Halo kawan-kawan semua, apa kabar?  Jumpa lagi dengan Chrysanova Dewi. Melalui tulisan sederhana ini saya ingin membagikan sedikit tips tentang menulis yang diambil dari pengalaman pribadi.  Silakan disimak.

Seperti yang kita tahu tidak sedikit orang yang malas menulis. Penyebabnya beragam. Ada yang berkata bahwa menulis itu sulit. Ada juga yang menganggap bahwa menulis itu tidak penting.  Yang lainnya menuding bahwa menulis adalah penyebab pusing. Padahal tidak demikian. Bagi saya sendiri menulis adalah hal yang menyenangkan. Ada sesuatu dalam seni menulis yang memberikan kepuasan batin luar biasa.  Tidak percaya? Itu terjadi karena banyak sekali hal yang bisa kita lakukan dalam sebuah tulisan.

Pertama, tulisan adalah media komunikasi yang penting.  Kita sudah tidak asing lagi dengan kegiatan berkirim surat, telegram, atau SMS.  Media massa seperti suratkabar, tabloid, atau majalah pun tidak sulit didapat. Pesan yang ada dalam media-media ini ditampilkan dalam bentuk tulisan. Inilah salah satu daya tarik seni menulis. Disadari atau tidak dengan menulis kita menantang diri kita sendiri untuk menghasilkan karya yang baik dan efektif. Efektif di sini maksudnya adalah jika melalui tulisan tersebut kita dapat menyampaikan sesuatu kepada pembaca.

Sebuah tulisan juga dapat disimpan sehingga dapat dibaca kembali kapanpun diperlukan. Maka tidak salah jika dikatakan bahwa tulisan juga merupakan media dokumentasi. Contoh kecilnya sejarah negeri kita. Dari mana kita bisa mengetahuinya dengan rinci kalau bukan dari tulisan di buku sejarah? Maka jelaslah bahwa tulisan merupakan pengingat yang efektif. Mau tidak mau kita harus mengakui bahwa ingatan manusia ada batasnya. Oleh karena itu penting sekali kita menulis agar gagasan-gagasan, ilmu pengetahuan, dan hal-hal lainnya yang kita peroleh pada suatu waktu tidak hilang begitu saja. Coba bayangkan apabila kita tidak pernah membuat catatan saat guru menerangkan. Gawat bukan? Kita bisa saja lupa apa yang sudah diajarkan.

Hal terpenting yang harus ada sebelum kita menulis adalah kesabaran dan keikhlasan. Kegiatan apapun akan terasa mudah jika dilakukan dengan sabar dan juga ikhlas. Kesabaran dan keikhlasan ini tentunya bukan hal yang sulit dilakukan jika menulis itu telah menjadi kegemaran. Namun bagaimana jika kita tidak menyukai kegiatan ini? Renungkan saja apa tujuan kita menulis. Tulisan pada dasarnya adalah media untuk menyampaikan sesuatu, baik itu nasihat atau apapun yang ingin kita beritahukan kepada orang lain.  Maka apabila kita ingin menyampaikan sesuatu kepada orang lain atau bahkan khalayak luas  kita harus menuliskannya. Khususnya jika kita memiliki blog. Oleh karena itu dengan memahami hal tersebut insya Allah rasa malas untuk menulis akan hilang.

Hal-hal yang disebutkan di atas adalah syarat mutlak untuk mulai menulis. Menulislah dengan hati, maka keseluruhan proses penulisan tidak akan terasa sebagai beban. Sebagai contoh, menulis memerlukan waktu. Bukan hanya untuk menuliskannya. Kita pun akan merasa perlu untuk membaca kembali tulisan kita dan mengoreksi bagian-bagian yang kurang tepat. Seringkali proses editing ini tidak cukup hanya satu atau dua kali. Saya sendiri biasanya membiarkan dulu tulisan itu hingga beberapa waktu. Kemudian saya baca kembali. Akan ada ide-ide baru yang muncul sehingga kita dapat memperbaiki tulisan tersebut.

Kemudian mari kita beralih kepada masalah berikutnya yang sudah pasti dialami oleh setiap orang.  Menentukan bahasa yang tepat untuk mewakili pesan yang ingin disampaikan bukanlah hal yang mudah. Tidak jarang kita berulangkali menghapus tulisan yang sedang kita buat, baik itu di diary, surat,, atau bahkan SMS. Alasannya sederhana sekali. Kita tidak ingin orang yang membacanya salah memaknai pesan yang ingin kita sampaikan. Di samping itu kita juga pasti ingin menggunakan kata-kata yang sesuai dengan selera kita. Paling tidak itulah yang selalu saya rasakan ketika menulis sehingga tidak heran kalau banyak sekali orang yang menganggap bahwa menulis itu membosankan karena membutuhkan waktu yang tidak sedikit.

Pemecahannya sebenarnya sangat sederhana. Sebagai orang yang akan menyampaikan pesan melalui tulisan kita harus mengetahui banyak kosakata. Kita juga idealnya harus mengetahui aneka gaya bahasa dan struktur kalimat.  Dengan demikian kita dapat memilih sendiri kata-kata yang tepat untuk melengkapi tulisan kita. Tapi jangan khawatir. Kita tidak perlu belajar secara khusus. Kuncinya adalah dengan banyak membaca. Bacalah apa saja, baik itu buku pelajaran, novel, atau artikel-artikel di website atau suratkabar.

Banyak membaca juga akan menambah referensi kita dalam menulis. Semua itu akan melahirkan ide-ide baru. Jadi apakah kawan-kawan masih ragu untuk mulai menulis?  Jangan ragu. Mulailah menulis sesegera mungkin. Demikianlah beberapa cara untuk mengurangi rasa malas dalam menulis. Sekian dulu tips dari saya. Sampai jumpa lagi di kesempatan lain :)

Malas Menulis? Ini Solusinya

Resep Cheese Cake
Bahan :

list of 9 items
• 400 gram cream cheese
• 200 gram margarin
• 200 gram gula pasir
• 120 gram tepung terigu
• 80 gram susu bubuk
• 40 gram tepung maizena
• 5 butir telur
• 1 sdm emulfisier
• 1 sdt garam
list end

Cara Membuat :
list of 6 items
1. Pertama-tama ayaklah tepung terigu, tepung maizena, susu bubuk dan garam terlebih dahulu. Kemudian aduk-aduk hingga rata, lalu sisihkan.
2. Setelah itu kocok cream cheese dan margarin sampai halus, kemudian sisihkan.
3. Di tempat yang berbeda kocoklah telur, gula pasir dan emulfisier hingga mengembang. Lalu masukkan tepung terigu dan campuran cheese cream, aduk-aduk
hingga adonan tercampur dengan rata.
4. Selanjutnya tuang adonan tersebut ke dalam loyang loaf yang telah dialasi dengan kertas roti dan mentega sebelumnya. Kemudian panggang adonan ke dalam
oven dengan suhu 190 derajat celcius selama 45 menit atau hingga cake berwarna agak kecoklatan.
5. Angkat, dinginkan dan potong-potong sesuai selera.
6. Cheese cake siap untuk dihidangkan.

Senin, 16 Februari 2015

Rumah Kenanganku


Rumah Kenanganku

Rumah berlantai dua itu terletak di ujung jalan dan  berhadapan dengan sebuah masjid. Cat yang melapisi seluruh dinding dan pagarnya berwarna merah jambu. Ukurannya tidak terlalu besar namun cukup leluasa sebagai tempat bernaung kami sekeluarga. Di sanalah aku menghabiskan beberapa tahun dari masa kecilku. Berjuta kenangan tersimpan di sana mulai dari yang indah hingga pedih. Itulah mengapa di usiaku yang menginjak dua puluh lima tahun sekarang ini aku masih mengingat dengan jelas setiap sudut rumah itu.

Tetangga-tetangga yang ketika itu tinggal di sekitarnya pun tidak lepas dari ingatanku meski samar. Itu tidak mengherankan karena saat pindah ke rumah itu aku masih berusia dua tahun. Selama kurang lebih empat tahun aku tinggal di sana dan sempat pula bersekolah di TK dan SD sebelum orang tuaku pindah ke Subang. Ketika itu aku baru berusia enam tahun dan bersekolah di kelas satu SD. Masih kuingat letak sekolah dasarku yang cukup jauh dari rumah sehingga harus ditempuh dengan mobil.

Pelajaran di sekolah dasarku waktu itu dimulai pada pukul tujuh pagi dan selesai pukul sebelas. Namun seringkali aku tidak bisa langsung pulang setelah pelajaran usai. Aku masih harus menunggu orang tuaku menjemput . Biasanya aku menunggu di lahan parkir sekolah yang cukup luas sambil bermain dengan beberapa teman yang juga sedang menunggu jemputan. Dua nama yang kuingat adalah Cecilia dan Meisca.  Keduanya adalah teman sekelasku.

Setelah orang tuaku datang kami menempuh jarak beberapa kilometer yang membentang antara sekolah dan rumah. Di sepanjang perjalanan banyak terdapat pertokoan sehingga tidak jarang kami mampir di salah satu toko untuk berbelanja. Aku paling senang jika diajak ke toko kue. Disana aku bisa membeli berbagai cemilan yang enak. Di antara jajanan yang sering kubeli saat itu kue favoritku adalah cheese roll, kue yang terbuat dari keju yang digulung dengan kulit pie. Rasanya gurih sehingga saat itu aku tidak bisa hanya makan satu. Pasti tiga atau bahkan lima buah bisa kuhabiskan pada waktu itu.

Kembali ke rumah. Rumahku memiliki sepasang pintu gerbang yang terbuat dari besi berteralis. Aku sangat menyukai modelnya. Teralis-teralis itu berbentuk seperti sulur tanaman yang cantik. Gerbangnya lebar dan memiliki beberapa engsel sehingga bisa dilipat untuk membukanya. Gerbang itu langsung membuka ke garasi yang berlantai merah hati. Di samping garasi ada taman kecil yang terpisah dari jalan di depan rumah dengan pagar besi yang kira-kira tingginya dua meter.

Taman kecil berbentuk segi empat itu berisi aneka tanaman hias. Tanaman yang kuingat antara lain suplir yang ditaruh di sisi taman yang dekat dengan beranda. Lidah buaya dengan daunnya yang panjang-panjang mendominasi hamparan rumput di tengah taman. Lalu ada pula tanaman mawar yang menjulang setinggi pagar. Tanaman berbatang ramping dengan bunganya yang merah itu tumbuh di dekat pagar yang berbatasan dengan jalan. Aku yang ketika itu masih kecil sering ingin memetiknya, namun dengan tubuh yang masih pendek kala itu aku tidak bisa menjangkau bunga yang tumbuh di bagian atas. Belum lagi durinya yang tampak jelas sering membuatku ngeri sehingga aku tidak jadi memetiknya.

Di belakang taman ada sebuah beranda yang dinaungi atap. Seperti juga garasi beranda rumahku berlantai keramik berwarna merah hati. Beranda itu tidak seberapa lebar. Kira-kira hanya satu meter lebih sedikit. Beranda itu langsung berbatasan dengan pintu masuk yang terbuat dari kayu berpelitur coklat kemerahan dengan kaca-kaca bening berbentuk persegi. Jadi dapat dikatakan bahwa pintu itu berkotak-kotak. Kemudian di dinding sepanjang beranda yang bersebelahan dengan pintu ada deretan jendela tinggi. Dari sanalah sinar matahari bisa menyorot ke dalam rumah.

Saat memasuki rumah terjadi pergantian warna lantai dari teras yang berlantai merah hati ke ruang depan yang lantainya berlapis keramik warna putih berkilat. Membelok sedikit ke kiri akan ada akuarium di ujung ruangan. Sedangkan bila berjalan lurus ada satu set sofa berwarna merah hati yang ditata memenuhi ruangan. Dan di dindingnya terlihat hiasan rumah-rumahan dari kayu dengan hiasan patung-patung kecil dari kuningan.

Akuarium yang menghadap ke ruang tamu itu berukuran besar. Sebenarnya itu adalah lemari berlaci, hanya saja di bagian atasnya berupa akuarium.  Biasanya lemari itu digunakan untuk menyimpan koleksi majalahku yang tidak terhitung banyaknya. Sejak aku menginjak usia setahun pada tahun 1990 ibuku memang telah rajin berlangganan majalah anak-anak.

Ketika itu aku mulai diperkenalkan pada gambar-gambar lucu di dalamnya kendati aku belum mengerti. Aku malah bertindak destruktif dengan merobek-robeknya. Namun seiring datangnya pengertian di usia-usia selanjutnya tindakan ibuku itu mulai menunjukkan manfaatnya. Gambar-gambar itu menjadi sebuah motivasi bagiku untuk belajar membaca. Pada puncaknya pada usia empat tahun aku mulai bisa membaca kata-kata pendek. Kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat. Lama kelamaan rangkaian tulisan yang ada di buku dan majalah mulai menunjukkan pesonanya. Itulah yang mendorongku menekuni hobi menulis hingga kini.

Selain majalah, benda lain yang biasanya disimpan di lemari akuarium adalah alat-alat perlengkapan akuarium, batu-batu karang, dan makanan ikan. Dulu ayahku selalu memberi makan ikan secara teratur di sela-sela kesibukannya. Namun bila beliau tidak sempat pembantu kamilah yang mengambil alih tugas itu.

Aku masih ingat bahwa kami pernah memelihara kura-kura di sana. Hewan mungil berwarna hijau dengan tempurung di punggungnya itu kerap terlihat berenang-renang bersama ikan-ikan lain yang turut dipelihara di sana.  Di saat-saat beristirahat ia selalu berbaring di aerator yang terletak di bagian atas tepat di bawah tutup akuarium.

Selain kura-kura ada pula beragam jenis ikan. Ada ikan sapu-sapu yang gemar menempel di kaca sambil menyedot lumut-lumut berukuran mikroskopik yang menempel. Ikan itu berwarna hitam. Selain ikan yang seperti vacuum cleaner itu ada pula beberapa ekor ikan maskoki yang lucu. Bentuk tubuhnya bulat dan gemuk dengan dua mata bulat sehingga nampak menggemaskan.  Kesan itu diperkuat dengan warna jingga berkilat  di seluruh tubuhnya yang bersisik. Ikan terbesar yang ada di akuariumku adalah seekor ikan mas sepanjang kurang lebih lima belas sampai dua puluh sentimeter. Warna tubuhnya putih keperakan sehingga tampak cantik bila tersorot lampu akuarium. Mereka adalah ikan hias favoritku.

Namun bukan mereka saja. Ada juga sekumpulan ikan kecil, kira-kira sepanjang dua sentimeter.  Warna dasarnya biru dengan garis-garis aneka warna. Mereka selalu senang bergerombol. Ke sana kemari mereka selalu beriringan dengan gerakan yang gemulai. Gerakan mereka selalu tenang sehingga terkesan rukun. Aku sering berpikir apakah di antara mereka tidak pernah ada perselisihan?

Tepat di seberang akuarium terdapat seperangkat sofa untuk menerima tamu. Sofa-sofa yang berlapis kulit warna merah hati itu ditata mengelilingi sebuah meja yang di atasnya terletak sebuah buket bunga berisi mawar-mawar plastik berwarna merah. Lantai di ruangan ini beralas karpet merah berbulu panjang.  Ketebalan karpet itu akan membuat kaki siapapun yang berdiri di atasnya tenggelam di antara bulu-bulunya. Sedangkan di langit-langit ruangan tergantung lampu kristal yang cantik. Bila lampu dinyalakan permukaannya akan tampak berkilau warna-warni.

Beralih ke ruang keluarga. Tidak ada sekat yang membatasi ruangan ini dengan ruang depan dan dapur sehingga lantai satu rumahku ini terlihat lapang.  Tidak jauh di bagian samping akuarium berdiri sebuah lemari pajangan besar berwarna merah hati, senada dengan warna sofa-sofa yang terletak di ruang tamu.  Boneka-boneka Hello Kitty, anjing pudel, beruang, dan lain-lain terpajang di balik kaca lemari. Di bagian tengah lemari ini terdapat lubang persegi seukuran televisi. Televisi dan seluruh perangkatnya diletakkan di situ. Lantai ruangan ini juga beralas karpet merah yang nyaman. Dua buah bantal besar bergambar putri Tiongkok biasa diletakkan di atas karpet sehingga siapapun dapat menonton TV dengan nyaman sambil berbaring di karpet. Dan bila bosan menonton TV ia bisa melihat ke akuarium yang menyegarkan mata. Pandangan ke taman di luar jendela pun bisa dilakukan dari ruangan itu.

Di sisi ruang keluarga terletak sebuah pintu menuju kamarku. Sebagaimana ruangan-ruangan lain di dalam rumah kamarku juga bercat merah jambu. Hampir semua barang di dalam kamar juga berwarna senada. Nuansa merah jambu dipilih karena merah jambu adalah warna favorit ibuku. Perabotan di dalam kamar ini biasa saja namun dapat mengakomodasi kebutuhanku sebagai seorang pelajar.

Di tengah salah satu sisi ruangan terletak sebuah tempat tidur. Sejak aku mulai tinggal di sana hingga saat pindah tempat tidurku telah dua kali mengalami perubahan. Pertama adalah tempat tidur biasa yang terbuat dari kayu yang dipelitur. Cukup lama juga aku menggunakannya hingga orang tuaku membelikan tempat tidur baru pada saat aku hendak masuk SD. Tempat tidurku yang kedua ini lebih mewah. Bentuknya berupa spring bed yang berwarna merah jambu. Kedua orang tuaku juga mengecat sebuah kursi dengan warna merah jambu untukku.

Ruang keluarga di rumahku memanjang ke belakang. Di salah satu sisinya terdapat tangga untuk naik ke lantai atas. Anak-anak tangga dan pagar yang terletak di sisinya terbuat dari kayu berwarna coklat. Di seberang ruangan yang berhadapan dengan tangga terdapat dapur kecil yang merangkap ruang makan. Sebuah meja makan oval berwarna sama dengan tangga diletakkan di dekat dapur. Aku ingat di dapur inilah ibuku sering memasak aneka masakan yang menggoyang lidah. Mulai dari aneka jenis sup, balado teri, dan juga aneka kue seperti muffin, aneka cake, sus, dan masih banyak lagi.

Di dapur itu pula ibuku selalu memasak untuk makan bersama ibu-ibu tetangga. Ketika itu setiap Minggu pagi selalu diadakan senam pagi bersama di halaman masjid yang luas. Pesertanya yang kebanyakan adalah ibu-ibu itu selalu mengadakan acara makan bersama setiap selesai senam. Acara tersebut diatur secara bergiliran. Misalnya minggu ini ibuku yang mendapat giliran menyiapkan makanan. Maka pada minggu berikutnya ibu-ibu lainlah yang mendapat giliran.

Masih kuingat jelas bahwa saat itu ibuku biasa membuat chicken cream soup dan bubur kacang hijau untuk dimakan bersama. Para tetanggaku saat itu sangat kompak. Aku sendiri merasa kehilangan kebiasaan itu saat kemudian kami tidak tinggal di sana lagi. Aku juga tidak tahu lagi apakah sekarang kebiasaan itu masih berlanjut atau tidak. Juga apakah para tetangga itu masih tinggal di sana?

Tangga kayu yang terletak di seberang dapur menuju ke lantai atas. Di bawah tangga itu terdapat sebuah lemari kecil yang merupakan bagian dari tangga itu sendiri. Di dalamnya tersimpan sepatu-sepatu yang biasanya kami pakai untuk bepergian. Baik ke pasar, ke sekolah, atau ke kantor.

Sedangkan bila kita menaiki tangga menuju ke atas kita akan disambut sebuah ruangan luas dengan dua buah kamar yang berhadapan. Kedua kamar itu dipisahkan oleh kamar mandi dan sebuah pintu menuju ke tempat jemuran. Ada sedikit kisah yang misterius mengenai area ini. Ibu atau pembantuku selalu mencium wangi bunga setiap kali melewati ambang pintu menuju ke tempat jemuran itu. Entah dari mana asalnya bau itu, yang jelas bukan berasal dari pengharum ruangan ataupun cucian yang akan dijemur. Bau itu hanya tercium di tempat itu setiap kali ada orang melintasinya. Hingga saat pindah aku tidak pernah tahu dari mana asal aroma bunga tersebut.

Satu lagi hal yang tidak pernah bisa kulupakan dari lantai dua rumahku itu. Sebuah tangga kayu yang menuju ke ruangan kecil di bawah atap terletak di sana. Tepatnya di depan kamar yang bersebelahan dengan tempat jemuran. Di ruang kecil yang digunakan sebagai gudang itu terdapat sebuah jendela lebar dimana kita dapat memandang rumah-rumah sekitarku, bahkan hingga jarak yang jauh.

Semua itu merupakan bagian dari kenangan indah di masa kecilku. Serangkaian gambaran penuh warna-warni yang selalu abadi di dasar memori kendati sudah lama kami meninggalkan rumah itu untuk tinggal di tempat lain. Tidak jarang cuplikan-cuplikan kenangan itu muncul kembali baik di dalam mimpi maupun dalam kilas balik yang menimbulkan kerinduan. Siapapun pasti akan merindukan sesuatu yang berarti baginya, tidak terkecuali aku sendiri. Khususnya kenangan akan sebuah rumah dimana kita bernaung dan menghabiskan sebagian besar waktu kita dalam kehidupan sehari-hari.

Jejak Sepatu Merah


Sepatu adalah benda yang tidak asing lagi bagi kita.  Keberadaannya sangat penting karena selain berfungsi sebagai alas kaki sepatu juga dapat menjadi penunjang penampilan seseorang. Oleh karena itu sepatu dipakai sebagai pelengkap busana. Pemakaian sepatu yang tepat akan membuat penampilan tampak lebih baik. Salah satunya adalah sepatu merah yang saya miliki saat berusia lima tahun, tepatnya pada tahun 1994.

Sepatu itu berwarna merah, sedangkan bagian dasar dan juga solnya berwarna hitam. Bahannya dari kain beludru yang lembut dengan sol karet yang nyaman dipakai. Sepatu bermodel pantofel dengan tiga buah hiasan bunga kecil berwarna keemasan ini bernomor 27. Ukuran yang sangat kecil karena sepatu tersebut dipakai ketika saya masih berusia lima tahun dan bersekolah di taman kanak-kanak. Tepatnya TK Chandra Puspa yang berlokasi di Subang dan kemudian pindah ke TK Al Ikhlas di Kota Bandung. Setelah itu kembali lagi ke Subang, tepatnya Tk Yos Sudarso.

Sepatu berwarna merah dengan bagian depan agak meruncing ini memiliki tali di satu sisinya yang dapat dilekatkan ke sisi satunya dengan kancing. Tujuannya agar tidak mudah lepas ketika dipakai. Benda yang berguna sebagai alas kaki ini telah menempuh tahun-tahun yang penuh kenangan dimana saya yang ketika itu masih duduk di taman kanak-kanak selalu memakainya untuk pergi ke sekolah. Dengan demikian sepasang sepatu tersebut sudah menemani saya belajar dan bermain. Belajar di sekolah dan juga bermain di tempat yang sama.

Perpindahan saya dari Subang ke Bandung dan sebaliknya juga mencatatkan riwayat tersendiri bagi sepatu tersebut. Berbagai tempat sudah dijelajahinya. Sepatu tersebut sudah mencicipi lahan TK Chandra Puspa, menapaki jalan yang terbentang dari rumah ke TK Al Ikhlas, bahkan sempat pula menemani saya belajar di TK Yos Sudarso.  Juga pada kesempatan rekreasi sepatu tersebut juga menemani saya pergi ke berbagai tempat. Berangkat mengaji di TPA di depan rumah merupakan rutinitas yang paling sering ditempuh sepatu tersebut selain sekolah. Demikianlah sepatu tersebut telah menunaikan tugasnya dengan baik sebagai alas kaki yang digunakan untuk melindungi kaki pemakainya dari kerasnya aspal jalanan.
Sepatu adalah benda yang tidak asing lagi bagi kita.  Keberadaannya sangat penting karena selain berfungsi sebagai alas kaki sepatu juga dapat menjadi penunjang penampilan seseorang. Oleh karena itu sepatu dipakai sebagai pelengkap busana. Pemakaian sepatu yang tepat akan membuat penampilan tampak lebih baik. Salah satunya adalah sepatu merah yang saya miliki saat berusia lima tahun, tepatnya pada tahun 1994.

Sepatu itu berwarna merah, sedangkan bagian dasar dan juga solnya berwarna hitam. Bahannya dari kain beludru yang lembut dengan sol karet yang nyaman dipakai. Sepatu bermodel pantofel dengan tiga buah hiasan bunga kecil berwarna keemasan ini bernomor 27. Ukuran yang sangat kecil karena sepatu tersebut dipakai ketika saya masih berusia lima tahun dan bersekolah di taman kanak-kanak. Tepatnya TK Chandra Puspa yang berlokasi di Subang dan kemudian pindah ke TK Al Ikhlas di Kota Bandung. Setelah itu kembali lagi ke Subang, tepatnya Tk Yos Sudarso.

Sepatu berwarna merah dengan bagian depan agak meruncing ini memiliki tali di satu sisinya yang dapat dilekatkan ke sisi satunya dengan kancing. Tujuannya agar tidak mudah lepas ketika dipakai. Benda yang berguna sebagai alas kaki ini telah menempuh tahun-tahun yang penuh kenangan dimana saya yang ketika itu masih duduk di taman kanak-kanak selalu memakainya untuk pergi ke sekolah. Dengan demikian sepasang sepatu tersebut sudah menemani saya belajar dan bermain. Belajar di sekolah dan juga bermain di tempat yang sama.

Perpindahan saya dari Subang ke Bandung dan sebaliknya juga mencatatkan riwayat tersendiri bagi sepatu tersebut. Berbagai tempat sudah dijelajahinya. Sepatu tersebut sudah mencicipi lahan TK Chandra Puspa, menapaki jalan yang terbentang dari rumah ke TK Al Ikhlas, bahkan sempat pula menemani saya belajar di TK Yos Sudarso.  Juga pada kesempatan rekreasi sepatu tersebut juga menemani saya pergi ke berbagai tempat. Berangkat mengaji di TPA di depan rumah merupakan rutinitas yang paling sering ditempuh sepatu tersebut selain sekolah. Demikianlah sepatu tersebut telah menunaikan tugasnya dengan baik sebagai alas kaki yang digunakan untuk melindungi kaki pemakainya dari kerasnya aspal jalanan.