Mata Hatiku

Hai! Namaku Chrysanova. Selamat datang dib log Mata Hatiku. Blog ini dibuat untuk menampung beberapa tulisanku sekalian buat “pamer”,hehehe. Buat kalian yang udah repot-repot datang,kenapa nggak kalian sumbangin komentar biar ke depannya kita semua bisa nikmatin cerita yang lebih bagus di sini. OK,segitu aja dari aku. Selamat membaca ya. Thanks a lot.

Guest Book

click here to fill it

Senin, 27 Februari 2012

Misteri Kantin Kartunet 2 : Muslihat Lady of Canteen


Suasana hening. Hanya terdengar suara screenreader yang diprogram dalam tempo cepat. Sinar matahari yang terang masuk melalui jendela dan menyoroti benda-benda tidak biasa yang memenuhi ruangan itu. Tampak berbagai peralatan dengan kegunaan yang bermacam-macam di setiap sudutnya.  Peralatan-peralatan tersebut digunakan untuk mendukung sistem keamanan istana. Semuanya mencerminkan teknologi canggih yang telah dimiliki oleh Kerajaan Kartunet. Baron van Banteng dan kedua rekannya terlihat sibuk. Wajah mereka mencerminkan keseriusan tingkat tinggi dalam rangka menjalankan misi khusus yang diamanatkan sang Mahaprabu kepada mereka. Sang Mahaprabu sengaja memilih mereka bertiga sebagai sebuah tim yang diberi hak istimewa untuk mengawasi semua jalur komunikasi masuk dan keluar istana. Untuk itu mereka mempunyai tugas masing-masing. Lady Luthfina, seorang karyawan baru di Istana Kartunet ditugasi memantau hasil rekaman dari kamera CCTV yang dipasang di berbagai tempat termasuk di ruangan-ruangan kantor Kementerian. Gadis yang terhitung masih sangat muda itu memang satu-satunya orang yang tidak memiliki masalah pada penglihatan dari ketiga petugas yang ada di ruangan tersebut.   Petugas lainnya adalah Baron van Banteng yang piawai menangani telepon dan segala bentuk manipulasinya termasuk penyadapan. Karena itulah ia lantas dipercaya mengawasi jalur  komunikasi via telepon.  Yang terakhir adalah Sir Riqo. Dengan keahliannya mengenai komputer dan jaringan internet ia bisa mengawasi setiap pergerakan para pejabat kerajaan di dunia maya dengan memantau account-account yang diketahui pihak istana. Meski demikian tidak menutup kemungkinan pejabat yang bersangkutan membuat account baru yang tidak terlacak. Memang tugas mereka itu tidak bisa dibilang ringan. Kemajuan teknologi komunikasi semakin menambah tantangan tugas ketiga petugas khusus itu.  Akan tetapi ketiganya dengan tulus dan penuh pengabdian tetap melaksanakan tugas mereka masing-masing sebaik-baiknya.  Mereka pun dengan cepat saling bersahabat meskipun belum lama saling mengenal.  Mereka bertiga seperti halnya penduduk Kerajaan Kartunet lainnya sudah seperti saudara.  Namun ada sebuah perbedaan mencolok yang seringkali memicu konflik kecil. Misalnya setiap kali Madam Bonnet, kucing kesayangan mendiang Lady of canteen  mampir di markas mereka maka Lady Luthfina dan Sir Riqo yang tidak suka kucing akan berusaha mengusirnya. Sebaliknya Baron van Banteng dengan senang hati akan membiarkan sang kucing bersandar di kakinya dan tidak jarang pula ia membiarkan kucing itu tetap di dalam markas besar kendati dengan dihujani protes kedua rekannya.
Namun setelah itu mereka bertiga akan berbaikan kembali dan tettap kompak seperti semula. Begitulah di kerajaan Kartunet. Semua orang bergaul dengan baik tanpa membeda-bedakan. Kerjasama seperti ketiga petugas khusus tersebut pun bukan hal aneh lagi. Segalanya berjalan seimbang, serasi dan teratur. Setiap orang saling menghargai dan mempercayai kemampuan masing-masing sesuai prinsip keadilan yang sangat dijunjung tinggi di negeri itu.
***

 Pada hari itu ketika ruangan sedang sepi seperti biasanya mendadak Madam Bonnet melonjak. Ia sangat terkejut  seperti ada yang menyiramnya dengan air es. Telinganya langsung tegak dan bergerak-gerak ke segala arah. Terdengar suara menggeram dari tenggorokan kucing itu. Punggungnya melengkung dengan kaku sementara semua bulunya langsung berdiri. Tanpa ada yang menduga sebelumnya kucing berbulu hitam pekat itu melompat dari tempatnya semula dan berlari berputar-putar dengan suara ribut. Lady Luthfina yang sedang duduk menghadapi sebuah layar monitor  di ruangan yang sama merasa terganggu. Ia berteriak menyuruh kucing itu diam namun teriakannya itu jelas tidak ada efeknya. Madam Bonnet terus saja berlari mengitari ruangan sambil mengeong ribut. Sesekali ia berhenti di sudut ruangan dan mencakar-cakar dinding dengan gelisah seolah ada sesuatu yang ingin diraihnya. Sikap itu membuat Lady Luthfina pusing. Ia mengejar Madam Bonnet namun kucing itu berkelit dengan lincah. Matanya terus terarah ke sudut ruangan dimana tadi ia mencakar-cakar dinding.

“Hei! Bisa diam nggak sih?!” seru Lady Luthfina dengan marah. Gadis itu tidak suka kucing, maka tidak mengherankan apabila ia kehabisan akal menghadapi Madam Bonnet yang mendadak jadi seperti gila. Ia lalu melangkah ke kursinya dan kembali bekerja sambil berusaha mengabaikan Madam Bonnet yang masih menggeram dan mencakar-cakar dinding.  Ia merasa sangat kesal. Semua gara-gara Baron van Banteng yang tadi membiarkan kucing itu tetap di dalam ruangan.  Berlawanan dengan rekannya itu Lady Luthfina tidak suka kucing.  Sekarang terpaksa ia sendiri yang menanggung gangguan tersebut karena kedua rekannya yang lain sedang keluar. Gadis yang belum lama bekerja di Kerajaan Kartunet itu tidak menyadari adanya sosok berkebaya merah yang memperhatikannya dari sudut ruangan. Lady of canteen tersenyum pahit melihat kucingnya yang mengeong-ngeong dengan ribut itu. Ingin sekali ia membelai dan memeluk kucing itu seperti yang sering dilakukannya dulu namun ia tidak bisa lagi melakukannya. Ruang  dan waktu telah memisahkannya dari dunia yang sedang dilihatnya ini. Kalau boleh ia mengakui bahwa ia sangat menyesal pergi dari istana tempo hari. Maut yang menjemputnya di kerongkongan naga memaksanya berpisah terlalu cepat dari semua yang ia cintai. Sementara itu Madam Bonnet masih tetap dengan tingkah gilanya. Lady of canteen menatapnya dengan penuh kerinduan. Suara kucing itu baginya terdengar seperti tangis bayi yang merindukan sentuhan ibunya. Setelah memastikan bahwa kondisi ruangan masih sama seperti dulu sosoknya perlahan memudar hingga akhirnya lenyap sama sekali. Setelah itu Madam Bonnet kembali tenang. Ia berbaring dengan napas memburu dan tak lama kemudian terdengar suara dengkur halus menggantikan geraman-geraman yang tadi keluar dari tenggorokan sang kucing. Melihat itu Lady Luthfina merasa heran. Rasa penasarannya mulai timbul. Apa sih yang ada di sudut ruangan sehingga Madam Bonnet tadi mencakar-cakar tempat itu? Ia lalu memeriksanya. Tidak ada apa-apa di sana. Ia lalu kembali ke kursinya dengan kesal. Dasar kucing aneh, pikirnya sambil menatap monitor yang terletak di depannya.
***
Seorang pria duduk termenung di meja kerjanya. Di sekitarnya berserakan tumpukan CD yang berisi dokumen yang harus diperiksanya namun ia sama sekali tidak bersemangat.  Dibiarkannya netbooknya yang masih dalam keadaan menyala  di atas meja tetap membisu tanpa melakukan apa-apa. Sudah sejak tadi screensaver yang menghiasi tampilan desktop pada netbook itu tidak berubah. Enam bulan yang lalu ia diangkat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga Kerajaan Kartunet, jabatan yang diidamkannya sejak dulu. Namun kini ketika jabatan itu sudah diraihnya ia merasa hampa seolah jejak dari cita-citanya itu sudah hilang sama sekali dari hatinya. Ia tidak merasa gembira sebagaimana orang yang berhasil menggapai cita-citanya. Kini semuanya berubah. Suasana hatinya kini memburuk sepeninggal Lady of canteen seolah wanita itu telah membawa seluruh semangat dan keceriaan sang menteri bersamanya. Pria muda yang akrab dipanggil Sir Rafix itu menghela napas berat. Rasa kehilangan yang dirasakannya sepeninggal Lady of canteen terasa menusuk-nusuk hatinya. Rasa sakit itu diperparah oleh penyesalan yang menyesakkan. Sebenarnya sudah lama Sir Rafix memendam perasaan tertarik kepada wanita pengurus logistik kerajaan itu. Namun waktu tidak pernah mempertemukan jalan mereka. Wanita itu meninggal sebelum sang menteri sempat mengungkapkan perasaannya. Perasaan yang terpendam selama ini kini harus dikuburnya dalam-dalam bersamaan dengan terkuburnya jasad wanita itu.  Darahnya menggelegak karena marah bercampur kecewa.  Lamunannya terputus oleh suara kucing yang ribut mengeong di depan  pintu. Sir Rafix tidak berniat mempedulikannya. Ia memang tidak suka kucing.  Ia menduga mungkin kucing yang ribut itu adalah Madam Bonnet, kucing kesayangan Lady of Canteen. Sejak kematian tuannya kucing itu sepertinya merana. Kini ia menghabiskan waktu dengan berkeliaran menjelajahi istana sambil mengendus-endus seakan mencari sang lady. Sudah sejak dulu Sir Rafix yang sangat mengagumi Lady of Canteen merasa cemburu terhadap Madam Bonnet karena kucing itu hampir setiap saat disayangi dan selalu berada di dekat Lady of Canteen.  Mendadak kepala Sir Rafix terasa sakit. Rasa sakit itu datang tiba-tiba dan sangat menyengat sehingga Sir Rafix yang lama-kelamaan tidak bisa menahannya langsung tidak sadarkan diri. ***
Sementara itu di salah satu ruangan di bawah naungan atap istana seorang gadis berusia 160 tahun duduk dengan sikap serius di sebuah kursi. Pandangannya tidak lepas dari layar monitor di hadapannya. Pada layar itu tampak seekor kucing berbulu hitam sedang berjalan mondar-mandir di depan sebuah pintu. Sudah sejak tadi kucing itu bertingkah seperti itu. Ia tidak henti-hentinya bergerak-gerak gelisah sambil mengeong-ngeong.   Gadis itu menghela napas kesal melihat kucing yang mengganggunya tempo hari. Aneh, pikir si gadis. Sudah hampir satu jam kucing itu tetap berjalam berputar-putar di tempat yang sama seperti menunggu sesuatu.

“Lagi apa?” sebuah suara mendadak mengejutkannya. Cepat ia menoleh.

“Oh, kau! Kukira siapa,” ujar gadis itu setelah melihat siapa yang menyapanya. Itu Baron van Banteng yang belum lama dikenalnya. Baru sebulan ini gadis yang akrab dipanggil dengan sebutan Lady Luthfina itu bertugas di istana sebagai petugas pemantau kamera CCTV yang dipasang di seluruh istana.  Setelah mengetahui siapa yang mengganggu konsentrasinya pandangan Lady Luthfina kemudian beralih dari rekan satu timnya itu ke monitor. Ia tertawa melihat adegan yang terekam kamera itu.  Kamera yang dipasang di depan salah satu ruangan menteri itu memperlihatkan sebuah pintu yang tertutup. Sesaat kemudian pintu yang menuju salah satu kantor menteri itu dibuka dari dalam. Seorang pria yang kemudian muncul dari ruangan di balik pintu langsung menghampiri sang kucing yang tidak lain adalah Madam Bonnet yang masih mengeong-ngeong dengan ribut itu lalu ia membungkuk untuk mengelusnya.  Sesaat kemudian ia mengangkat sang kucing dalam pelukannya dan membawanya berjalan ke arah lain hingga sosoknya tak lagi tampak di layar monitor. Mendengar rekannya tertawa Baron van Banteng merasa penasaran. Apa sih yang dilihat oleh gadis itu?
“Kenapa ketawa?” tanyanya ingin tahu. Lady Luthfina lalu menceritakan adegan yang dilihatnya.
Dahi Baron van Banteng berkerut. “Serius lo?”  tanyanya untuk memastikan.

“Serius,” Lady Luthfina tampak heran atas reaksi rekannya dalam menanggapi hasil pemantauan kamera CCTV yang kelihatannya remeh tersebut. “Ada apa?” tanyanya. Baron van Banteng lalu menjawab dengan nada serius bahwa orang yang terekam di CCTV tidak mungkin Menteri Pemuda dan Olahraga Kerajaan Kartunet karena ia tidak suka kucing.

“Kamu serius ini gambar dari kamera yang dipasang di luar kantor Menpora?” tanya Baron van Banteng. Perilaku seperti itu sungguh aneh. Lady Luthfina memandangnya tersinggung. “Iya. Kan sudah ku bilang dari tadi juga ,”ujarnya.

***
“Bagaimana?”

“Semua beres,” Pria asing itu meyakinkan Rafix. “Semua sudah aman. Anda boleh yakin itu.”
Dua suara yang terlibat dalam sebuah percakapan mengalir melalui headset yang dipakai oleh Baron van Banteng. Mata pria itu terbelalak . Ia tidak pernah menduga akan mendengar pembicaraan seperti itu di dalam batas tembok istana ini. Mendadak ia bangkit dari kursi dengan badan gemetar.  Jantungnya berdetak kencang  diguncang kejutan yang mengalir melalui headset. Ia kaget sekaligus marah karena salah satu dari suara itu sangat dikenalnya. Keseluruhan pembicaraan itu jelas menyebutkan adanya sebuah persekutuan rahasia. Tujuannya sangat mencengangkan yaitu tidak lain adalah penggelapan anggaran kerajaan. Baron van Banteng merasa sangat kebingungan dan nyaris tidak bisa mempercayai telinganya. Pertama kalinya ia menerima tugas itu ia menerimanya dengan senang hati tanpa menduga bahwa ia akan mengalami situasi seperti ini dimana salah seorang sahabatnya terlibat dalam sebuah kejahatan besar.

***
“Miss, tolong keluarkan kucing ini dari ruangan saya,” ujar Sir Rafix kepada salah seorang karyawan istana. Dengan patuh April lalu masuk ke ruangan Menpora dan mencari kucing yang dimaksud. Dahinya sedikit berkerut saat ia melihat Madam Bonnet sedang berbaring melingkar di lantai kantor. Dengan hati-hati diangkatnya Madam Bonnet dan dibawanya keluar.  Ia agak heran melihat tingkah laku Sir Rafix yang aneh akhir-akhir ini. Sikapnya berubah-ubah. Kemarin ia melihat sang Menpora berjalan-jalan keliling istana sambil menggendong Madam Bonnet dengan penuh kasih sayang. Hal itu tentu menjadi buah bibir yang menyebar dengan cepat. Semua orang merasa aneh karena Sir Rafix biasanya tidak suka kucing. Keheranannya bertambah karena hari ini Sir Rafix ingin menyingkirkan kucing itu dari ruangannya.
***
Rafix merasakan kedua kakinya menginjak lantai.  Suasana sangat asing seperti di dunia lain. Udara di sekitarnya beraroma sangat harum. Lama-kelamaan aroma itu semakin tajam menusuk hidungnya sehingga memunculkan sebait ingatan di otaknya. Tidak salah lagi. aroma yang sangat khas itu serupa aroma parfum yang selalu dikenakan Lady of canteen ketika hidup. Aroma itu disusul oleh suara langkah kaki yang memakai sepatu high heels. Suara langkah itu mantap dan menciptakan irama tertentu yang seolah-olah mengandung suatu pengaruh sehingga menteri yang masih muda itu terpesona. Sesaat kemudian sebuah suara lembut menyapa telinganya.

“Aku tahu kau akan mengingatku.”

Sir Rafix tercengang. Suara itu sangat mirip seseorang. Pemilik dari dua patah kata yang telah lama terukir di relung hatinya.

“Lady of canteen?” bisik Rafix. Aroma parfum yang semerbak itu tercium sangat dekat membelai hidungnya. Dalam buai keharuman yang berkesan misterius itu Rafix mengulurkan kedua tangannya untuk memeluk kekasihnya yang ia yakin ada di sana. Jemari tangannya menyentuh kain lembut yang ia yakin adalah selendang yang selalu dikenakan Lady of canteen. Gerakan tangannya penuh kerinduan yang tidak henti menusuk hatinya selama ini.  Mendadak ia merasa Lady of canteen bergerak menghindar.

“Jangan pergi!” ujar Rafix dengan terkejut namun jari-jarinya hanya menyentuh udara kosong. Aroma parfum itupun berangsur-angsur lenyap.

“Tunggu!” seru Rafix. “Kembalilah. Aku berjanji akan melakukan apa saja untukmu.”

Namun mendadak ia terbangun dengan kaget. Perasaannya yang sedang melambung tinggi mendadak jatuh seakan ditarik dari awang-awang oleh gravitasi bumi. Bersamaan dengan itu tubuh Rafix yang berada di pinggir tempat tidur terguling dan jatuh ke lantai dengan bunyi debam keras. Ia sangat terkejut. Jantungnya seakan hendak melompat keluar ketika Rafix mendapati dirinya berada di sebuah kamar tidur. Ia lalu mengulurkan tangan dan meraba-raba untuk mengenali tempat itu. Kakinya yang tiba-tiba terantuk tas kerja yang tergeletak di lantai menghapus kabut mimpi yang sesaat tadi masih menyelimuti otaknya.  Kesadaran itu menyeretnya ke dalam kenyataan bahwa ia ada di kamarnya sendiri. Sesaat ia bingung seakan tidak seharusnya ia berada di sini.  Ia lalu mengambil ponsel untuk mengecek waktu. Ia sungguh terperanjat ketika benda yang dipegangnya dengan jelas berkata bahwa saat itu sudah satu jam selepas tengah hari.   Kekagetannya bertambah saat ponsel itu dengan jelas memberitahukan tanggal hari itu. Tanggal 15 Maret? Yang benar saja. Seingatnya ponsel itu masih menunjukkan tanggal 12 ketika ia tertidur di meja kantor. Mana mungkin sih ia tidur selama 3 hari?Pemuda yang akrab dipanggil dengan sebutan Sir Rafix itu mengerutkan dahi. Ini tidak mungkin. Rafix berpikir bahwa pasti ada yang salah dengan setting waktu pada ponsel itu. Bukankah ia hanya bermaksud untuk tidur sebentar di kursinya di kantor pada malam sebelumnya? Rafix masih ingat bagaimana ia menguap di tengah tumpukan pekerjaan yang mengepungnya. Bagaimana mungkin tiba-tiba ia terbangun di tempat tidurnya dan waktu telah melompat jauh?
***
Mendadak ia merasakan sesuatu. Rafix memegangi kepalanya. Entah dari mana asalnya sakit kepala ini.  Sakit yang aneh karena selalu datang mendadak seakan ada orang yang menyemprot kepalanya dengan selang air, namun yang keluar bukanlah air melainkan jutaan jarum yang menusuk-nusuk tanpa ampun, mematuk-matuk seperti burung-burung pemakan bangkai yang ingin merontokkan kepalanya. Akhir-akhir ini rasa sakit itu sangat sering datang. Apakah ini disebabkan oleh tumpukan pekerjaan yang menguras tenaganya? Entahlah. Rafix terduduk di tempat tidur sambil mencengkeram kepalanya yang makin sakit seperti mau meledak. Namun anehnya di tengah rasa sakit itu ingatannya terasa makin terang dan jelas. Di dalam kesadarannya yang timbul tenggelam ia mendengar suara Lady of canteen.  Kenangan akan sosok wanita itu menusuk-nusuk dada Rafix sehingga terasa sakit menahan duka yang bercampur dengan kekecewaan. Rafix menggelengkan kepalanya berusaha melenyapkan bayangan mimpi yang selalu mengganggunya sejak kematian Lady of canteen.  Namun sia-sia belaka. Kenangan itu telah tertancap kuat di hati dan otaknya sehingga tidak mengherankan bila perasaan itu melahirkan obsesi akan sosok sang wanita pengurus logistik kerajaan. Obsesi itu membakar hatinya dengan dendam yang disulut oleh berita yang didapatkannya seputar kematian Lady of canteen. Ada sesuatu yang dirasakan tidak beres olehnya. Lady of canteen selama ini jarang meninggalkan istana, jadi bukankah aneh jika ia pergi dengan tiba-tiba dari istana sehingga disambut oleh seekor naga yang kelaparan?

“Aku akan melakukan apa saja untuk memecahkan misteri ini,” tekad Rafix dalam hati. Ia bersumpah akan membalaskan sakit hatinya kepada orang yang menyebabkan Lady of canteen pergi dari istana tempo hari.  Ia sudah punya dugaan. Tersangka utamanya adalah Sir Riqo dan Baron van Banteng. Sejauh yang ia ketahui Lady of canteen pergi sesaat setelah sedikit berbantahan dengan kedua sahabatnya itu.
***
Sebuah sosok buram berwarna merah melayang di suatu tempat yang tak terjangkau pancaindra manusia manapun. Ia tidak lain dan tidak bukan adalah Lady of canteen. Jiwanya tidak akan pernah mati kendatipun tubuhnya telah luluh berbaur dengan tanah yang menimbunnya. Ia sekarang  berada di tubuh lain, tubuh yang akan memuluskan jalannya untuk memenuhi nafsu serakahnya. Sungguh kebetulan ada seseorang yang telah terikat padanya dengan sebuah janji untuk melakukan apapun yang dikehendakinya. Keterikatan itu membuatnya sangat mudah dikendalikan. Senyum Lady of canteen merekah.  Pemuda itu pasti tidak menduga bahwa janji yang pernah diucapkannya secara ceroboh akan mengakibatkan tubuh dan jiwanya mudah dikuasai, pikirnya. Wanita itu tidak keberatan melakukan semua itu tanpa belas kasihan kendatipun ia tahu bahwa setiap kali tubuh itu menyerah pada kehendak Lady of canteen ia akan merasakan sakit kepala yang luar biasa sebagai akibat dari memori otaknya yang ditukar paksa dengan memori dan kesadaran Lady of canteen. Dengan begitu selama Lady of canteen mengendalikannya memori dan kepribadian asli dari pemilik tubuh itu seperti dimasukkan ke sebuah kotak. Dan kadang kecerdasan yang sudah tertanam pada neuron yang berbelit-belit itu akan digunakan pula oleh Lady of canteen untuk memuluskan misi rahasianya. Wanita jahat itu telah mempergunakan tubuh dan identitas baru yang kebetulan menempati posisi penting di kerajaan untuk menggelapkan dana-dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan Kerajaan Kartunet.
***
Tentu saja tidak ada yang mengetahui peranannya dalam kasus yang masih terselubung ini. Ia tidak akan pernah dianggap terlibat karena selain bahwa ia sudah mati tangan yang melakukan itu bukanlah tangannya. Namun ia sendiri mesti mengakui bahwa ia agak lepas kendali beberapa hari lalu. Kerinduannya kepada Madam Bonnet telah menyebabkan sesuatu yang terlihat aneh oleh para penghuni istana.
***
Lady of canteen meneruskan penjelajahannya mengitari istana. Baru kali inilah ia menikmati istana dengan visual. Kematiannya telah membunuh pula gangguan penglihatannya. Sekarang ia ingin melihat-lihat kantin yang dulu pernah menjadi daerah kekuasaannya. Suasananya ternyata amat ramai di jam makan siang ini. Pandangan Lady of canteen kemudian menangkap sosok sang Mahapatih Kerajaan Kartunet yang akrab dipanggil Sir Iwa. Pria itu duduk di sebuah meja bersama Menteri Riset dan Teknologi Sir Wijaya. Sambil menunggu pesanan mereka tampak asyik mendiskusikan sesuatu. Mata Lady of canteen terbelalak ketika ia melihat seseorang di dapur yang dipisahkan dengan ruangan kantin dengan dinding kaca. Di sana tampaklah Sir Riqo yang sedang memberikan arahan-arahan pada para karyawan kantin. Ia nampak kerepotan menangani pekerjaan barunya. Lady of canteen terkikik. Ternyata Sir Riqolah yang menggantikannya memimpin manajemen kantin. Ia jelas tidak punya pengalaman mengurusi kantin sebelumnya sehingga April yang menjadi asistennya nampak dua kali lebih repot. Gadis itu harus membereskan pekerjaan yang tidak diselesaikan oleh Sir Riqo yang masih canggung sekaligus memberitahu atasan barunya mengenai apa yang biasanya dilakukan Lady of canteen dulu. Di sudut belakang yang tersembunyi dari ruangan kantin nampaklah seorang pria yang baru datang dari luar istana sambil menenteng sebuah kardus besar di kedua tangannya. Lady of canteen segera mengenalinya sebagai Mr. Parasit yang bertugas sebagai penyalur daging dan telur katak ke kantin istana. Kardus yang penuh telur katak itu lalu diberikannya pada seorang koki untuk dijadikan bahan utama salah satu menu spesial istana yaitu Buratak alias bubur ayam telur katak, makanan favorit Lady of canteen yaitu bubur ayam yang ditaburi telur katak . Suara denting mangkuk yang gaduh menarik perhatian Lady of canteen. Tampak Senna sang Menteri Lingkungan Hidup sedang terburu-buru menyelesaikan makan siangnya yang merupakan menu spesial lainnya yaitu Bakso Denkul Sapi, bakso yang dibuat dari daging entok dengan campuran kulit sapi. Untung saja kegaduhan yang ditimbulkan oleh sendok dan garpu yang dipegang sang Menteri Lingkungan Hidup tidak kentara ditelan keramaian kantin. Para pengunjung asyik bergosip, kegiatan yang rupanya menjadi penawar penat mereka setelah bekerja. Tidak ketinggalan pula Sir Roy sang Menteri Pendidikan yang turut menceburkan diri dalam lautan gosip sambil menikmati minuman favoritnya yaitu kopi pailit alias kopi pahit dan irit sementara di atas meja di hadapannya masih ada sebuah piring berisi nasi goreng yang hanya tersisa beberapa butir.  Lady Kartika sang Menteri Sosial dan Lady Andira yang menjabat Menteri Luar Negeri duduk di dekatnya sambil membahas gosip yang sedang hangat-hangatnya tentang Mahaprabu Dimas yang akhir-akhir ini makin jarang muncul di muka umum. Dikabarkan ia sedang bersembunyi menghindari kejaran para paparazzi yang berusaha mengorek keterangan mengenai kematian Lady of canteen. Alis Lady of canteen naik setelah mendengar bahwa ada desas-desus yang menyebutkan bahwa ia pergi dari istana tempo hari karena tertekan setelah ditegur oleh sang Mahaprabu. Tiba-tiba pandangan Lady of canteen tertuju pada Lady Mariana yang sedang menyantap makan siangnya sambil duduk di sebuah bangku kayu panjang yang terletak dekat dengan tempat Lady Kartika , Sir Roy, dan Lady Andira duduk. Wanita berkebaya merah itu lalu melayang ke arahnya dan duduk tepat di samping sang menteri keuangan. Pada saat itu Madam Bonnet muncul dari ambang pintu. Spontan ia berlari ke samping Lady Mariana dimana sang lady of canteen berada. Selendang merahnya yang menjuntai di tepi meja lantas menarik perhatian Madam Bonnet yang langsung melompat ke atas meja untuk memain-mainkan selendang Lady of canteen yang tentu saja tidak bisa disentuh. Akibatnya Lady Mariana berteriak kaget ketika tiba-tiba Madam Bonnet melompat ke atas meja dan menubruk mangkuk bakso yang ada di hadapannya. Tentu saja kehebohan segera terjadi. Bakso itu tumpah dan mencipratkan kuahnya yang masih panas ke mana-mana.   Sir Roy dan ketiga rekannya yang duduk berdekatan terkejut ketika denting mangkuk terdengar nyaring bersamaan dengan cipratan kuah panas yang juga mengenai mereka.  Suasana yang ramai makin kacau balau karena insiden itu. Bulatan-bulatan bakso berlompatan dan menggelinding di lantai. Lady Mariana yang kebayanya terkena tumpahan kuah bakso sangat kesal. Akhir-akhir ini Madam Bonnet sering berperilaku aneh. Dengan perasaan geli Lady of canteen tertawa terkekeh kekeh melihat keempat menteri yang direpotkan oleh tingkah Madam Bonnet.
***
Beberapa waktu kemudian seorang pria turun dari mobil di depan sebuah apartemen mewah. Bersamaan dengan itu Mr Apel Bagus, supirnya terburu-buru keluar dari mobil.

“Antarkan aku ke lobi,” ujar seseorang yang ternyata adalah Sir Rafix. Ia memakai topi dan kacamata hitam untuk menyamarkan penampilannya. Mister Apel Bagus menurut. Kedua pria itu lalu masuk ke dalam. Namun sesaat kemudian Sir Rafix kembali melangkah keluar dari gedung itu dengan wajah bingung. Mister Sakti, orang yang ia percayai untuk membantunya telah mengosongkan apartemennya secara mendadak tanpa memberitahu lebih dahulu. Menurut informasi yang didapatnya Mister Sakti telah pindah.  Setelah tiba kembali di kantornya Sir Rafix lalu berusaha menghubungi pria itu namun nihil. Teleponnya tidak pernah bisa tersambung dengan Mister Sakti begitu juga semua alternatif jalur komunikasi yang terpikir olehnya. Ia mulai gelisah. Cepat-cepat ia menghubungi bank. Perasaan Sir Rafix tidak tenang karena ia sudah menyerahkan semuanya pada Mister Sakti untuk diamankan. Wajahnya memucat saat ia mendengar pihak bank mengatakan bahwa seluruh simpanannya sudah ditarik. Mister Sakti yang pandai itu pastilah telah memalsukan tanda tangannya untuk menguras hartanya. Sir Rafix baru menyadari bahwa ia telah ditipu mentah-mentah. Ternyata Mister Sakti sangat licik. Sir Rafix sangat kecewa dan panik. Bagaimana cara menyelamatkan semua harta itu? Karena keserakahannya ia nekat menggelapkan dana untuk pembangunan stadion. Dengan dibantu Mister Sakti ia menjalankan kejahatannya. Mister Sakti yang pandai selalu berhasil menjaga kerahasiaan tindakan mereka sehingga Sir Rafixpun menganggapnya sebagai orang yang paling dipercayainya. Kini kepercayaan itu musnah sudah. Sir Rafix tidak tahu lagi apa yang akan ia lakukan. Semua jalan sudah tertutup baginya. Kini tidak ada jalan yang tersisa lagi  diantara kabut tebal yang memperkeruh otaknya. Kalang-kabut ia kembali mencoba  menghubungi Mr. Sakti. Serpihan-serpihan harapannya masih mencoba mengingkari kenyataan bahwa Mr. Sakti sudah menghilang dengan seluruh harta itu. Hasilnya ternyata nihil. Semua jalan buntu. Sir Rafix kehilangan akal. Ia telah terjebak dalam permainan Mister Sakti yang licik seperti seekor tikus yang dipermainkan kucing.
***
Di saat pikirannya kacau mendadak Rafix merasa sangat lelah. Rasa kantuk yang mendadak muncul membuatnya tertidur di mejanya. Beberapa saat kemudian ia tersentak bangun karena mendengar suara-suara langkah kaki mendekatinya. Bukan hanya satu orang, pikir Rafix sambil bangkit dari kursi. Sebelum ia membuka mulut untuk menyambut tamu yang tidak sopan karena tidak mengetuk pintu ia mendengar seseorang berkata tegas.

“Saudara Rafix, Anda kami tahan.”

Rafix terkejut. Suara yang didengarnya tadi adalah suara Sir Rusman, kepala kepolisian Kerajaan Kartunet alias Kapoltunet. Di belakang sang Kapoltunet berdiri beberapa orang lainnya. Lady Mariana, Sir Aris, Sir Roy, Baron van Banteng, Sir Riqo dan seorang gadis yang merupakan karyawan baru di Kerajaan Kartunet. Rafix mengerutkan dahi. Wajahnya menunjukkan keterkejutan bercampur keheranan ketika ia berkata, “Ada apa ini?”

Sir Rusman segera membacakan tuduhan-tuduhan yang ditimpakan kepada sang menteri. Rafix semakin tidak mengerti.

“Apa maksud Anda dengan semua ini?” tanyanya bingung.”Saya tidak pernah melakukan itu!”
“Tapi semua bukti sudah mengatakan bahwa Andalah pelakunya,” ujar Sir Rusman tegas. Mata Sir Aris melotot marah.
“Aku tidak pernah menyangka bahwa orang sepertimu bisa melakukan itu.” Ia tampak geram. Kedua tangannya terkepal. Rafix memucat. Tidak ada lagi jalan baginya untuk menyangkal. Ia merasa seluruh dunia mempersalahkannya atas sebuah kejahatan yang tidak dilakukannya. Ia tidak bisa memikirkan apa-apa. Telinganya berdenging.

“Aku tidak melakukan itu! Kalian dengar?!” teriaknya histeris.
***

Mendengar kalimat yang bernada menantang itu Baron van Banteng melangkah maju sambil menyalakan rekaman pembicaraan yang berhasil disadapnya. Sir Rafix merasa bagai disambar petir di siang bolong. Rekaman itu jelas memperdengarkan suaranya sendiri. Ia sedang berbicara dengan seorang pria yang tidak dikenalnya. Pembicaraan itu membeberkan dengan jelas kejahatan yang dilakukan Sir Rafix. Suasana di dalam ruangan menjadi tegang.  Ia sangat bingung karena ia merasa tidak pernah melakukan pembicaraan itu. Ia lebih terkejut lagi saat menyimak isi perbincangan itu. Sungguh tidak mungkin ia melakukan semua itu. Sementara tidak jauh di belakangnya sebuah sosok samar melayang di atas lantai sambil tertawa-tawa. Lady of canteen sangat puas melihat peristiwa yang baginya tampak sebagai sebuah pertunjukan itu.  Usahanya untuk mempermainkan para penghuni istana sukses besar. Dengan mudah mereka semua bergerak tanpa sadar mengikuti skenarionya. Keringat dingin menetes di dahi Sir Rafix.
 Sang Menpora sama sekali tidak mengerti mengapa suaranya bisa terekam seperti itu padahal ia merasa tidak pernah berbicara seperti yang ada dalam rekaman.
“Dari mana kalian mendapat rekaman itu?” tanyanya di tengah kebingungan yang membuat dunia seakan berputar-putar. Ia tepojok seperti seekor kelinci di hadapan sekelompok serigala.

“Kenapa kamu melakukan itu, Rafix?” tanya Lady Mariana dengan nada kecewa.  Sir Rafix lalu mendengar langkah-langkah kaki lainnya disusul suara-suara orang yang dikenalnya. Para menteri lainnya kemudian ikut menghujani Rafix dengan pertanyaan. Begitu berulang-ulang sehingga kepalanya terasa pusing. Ia tidak bisa menjelaskan apapun karena ia memang tidak ingat pernah melakukan itu. Semua itu membuatnya frustasi. Tanpa diduga siapapun sebelumnya Rafix berlari menuju pintu. Ia menabrak Sir Roy namun ia tidak berhenti. Didorongnya sang Menteri Pendidikan hingga terhempas ke dinding. Ia kini benar-benar nekat seperti hewan yang terluka.

“Berhenti!” Sir Riqo dan karyawan baru tersebut mengejar Rafix sampai ke luar istana. Langkah Sir Rafix yang panik menjadi sangat cepat.
 Lady of canteen pun melayang menyusul dengan melambai-lambaikan selendangnya di depan sang menteri yang berlari terbirit-birit karena beban mental yang menghinggapinya. Guncangan yang melandanya amat dahsyat sehingga meruntuhkan keseimbangan mentalnya. Tidak jauh di atasnya Lady of canteen melayang di depan Sir Rafix sambil melambai-lambaikan selendang di depan wajah pemuda itu sehingga Sir Rafix tampak seperti sedang mengejarnya. Lady of canteen tertawa-tawa senang. Baginya Sir Rafix saat itu sangat mirip Madam Bonnet yang ketika kecil sering mengejar-ngejar tali rafia yang dilambai-lambaikan di depan matanya. Itulah Sir Rafix sekarang, berlari tak tentu arah tanpa sepenuhnya menyadari apa yang dilakukannya. Sungguh ironis …

***Tamat***


Catatan : Dengan penuh rasa hormat saya selaku penulis menyatakan bahwa tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menyinggung atau mempermalukan salah satu nama yang saya sebutkan disini. Tulisan ini sepenuhnya fiktif dan hanya bertujuan untuk berbagi dengan kawan-kawan semua. Maka penulis meminta maaf sebesar-besarnya jika ada yang tidak berkenan dengan isi tulisan berikut. Akhir kata semoga tulisan ini bisa dinikmati dan menjadi inspirasi bagi kita semua.

Minggu, 12 Februari 2012

Misteri Kantin Kartunet



“Bu Kantin, saya mohon petunjuk Ibu untuk mempersiapkan barang untuk besok.”
***
Mendengar kata-kata yang tidak diucapkan dengan sopan santun ala istana itu sang wanita tidak kehilangan senyumnya. Dari suara yang tadi didengarnya ia tahu bahwa yang ada di hadapannya ini adalah April, seorang karyawan baru di kantin Kerajaan Kartunet. Tidak heran jika April masih kesulitan beradaptasi dengan kehidupan istana yang penuh dengan disiplin tatakrama itu mengingat keberadaannya yang baru sebulan di sini.  Wanita yang dipanggil Bu Kantin itu tidak kehilangan kesabaran. Suaranya tetap tenang ketika ia memberikan petunjuk pada April tentang apa saja yang perlu dipersiapkan. April masih bergerak-gerak gelisah pertanda ia masih khawatir tidak bisa melakukan tugasnya dengan baik. Ibu Kantin dapat mengetahui kegugupan gadis itu dari gemerisik kain kebaya yang diSirainya.

“Tenang saja, Sayang. Sebentar lagi aku akan turun ke dapur untuk mengecek kelengkapan persediaan kita.”
***
Mendengar kata-kata itu April menghembuskan napas lega. Bu Kantin memang baik hati, pikirnya. Mendadak Ibu Kantin menyadari sesuatu. Bagaimanapun, mata April masih awas.

“Sudah, lanjutkan pekerjaanmu,” ujarnya. April mengangguk lalu cepat-cepat kembali ke dapur. Ibu Kantin cepat-cepat menutup pintu kamar. Komputer yang tadi dibiarkannya dalam keadaan menyala masih setia menunggu di tempat semula. Hanya saja sekarang komputer itu membisu. Untung saja, pikir Ibu Kantin. Data yang sedang ia buka adalah data rahasia yang tidak boleh terdengar orang lain.
***
Belum lama Ibu kantin menyibukkan diri di depan komputer kembali terdengar ketukan di pintu. Kali ini Ibu kantin bersikap lebih hati-hati. Jemari lentik wanita yang berusia 230 tahun itu bergerak dengan cepat mematikan komputer. Di usianya itu wanita yang biasa memakai kebaya merah itu terlihat muda dan cantik. Memang usia 230 tahun terhitung masih muda di Kerajaan Kartunet. Segera ia membuka pintu. Seorang wanita berkebaya yang membawa sebuah map berdiri di depan pintu. Begitu mendengar suara pintu dibuka ia segera memperkenalkan diri sebagai salah satu petugas dari Kementerian Keuangan Kerajaan Kartunet.

“Anda diminta menghadap sang menteri untuk melaporkan data keuangan kantin,” ujarnya dengan lancar dan sistematis.

“Baik,” jawab Ibu kantin. Ia masuk kembali ke kamarnya dan menelusuri rak di bawah meja komputernya yang berisi piringan CD yang berjejer rapi. Setelah menemukan apa yang dicarinya dari sana ia menarik sebuah piringan CD yang bertanda LK 11 pada kemasan karton yang melindungi CD itu dari debu. Ia membawanya menghadap Menteri Keuangan yang bernama Lady Mariana. Lady Mariana sedang duduk menghadapi meja kerjanya. Setelah mendengarkan laporan singkat dari wanita pengurus logistik kerajaan itu ia memasukkan CD yang diterimanya dari Ibu kantin ke seperangkat PC yang terletak di meja kerjanya lalu membuka file yang ada di sana.

“Sepertinya tahun ini tidak begitu baik,” ujarnya setelah menyimak keseluruhan data itu.

“Banyak pengeluaran tak terduga yang menyebabkan defisit.”

Sang ibu kantin mengiyakan.

“Memang benar. Tahun ini banyak sekali yang berhutang ke kantin. Apalagi beberapa minggu yang lalu Menteri Pendidikan juga meminjam dalam jumlah besar untuk mendirikan perpustakaan.”

“Begitu?” Mata Lady Mariana terbelalak. Ia hampir tidak dapat mempercayai pendengarannya tadi.

“Sir Roy? Tapi kukira kami telah mengucurkan dana yang cukup besar untuk itu. Kau tidak bohong kan?”

“Tidak. Sebaiknya Anda konfirmasikan saja kepada beliau kalau Anda tidak percaya.”

Pertemuan itu pun berakhir setelah beberapa pertanyaan lagi. Bu kantin keluar dari ruangan itu dengan mengulum senyum. Seolah ada sesuatu di kepalanya yang tidak ia beritahukan kepada Lady Mariana.
***
Sementara itu di seberang lautan seorang pria sedang duduk dengan dahi berkerut. Ia bingung. Cuaca buruk yang tidak putus-putusnya menyebabkan semua penerbangan dibatalkan. Padahal ia harus segera pulang. Sebagai Menteri Pendidikan Kerajaan Kartunet banyak sekali hal yang harus diurusnya. Semua itu menumpuk di kantornya di istana sementara ia duduk gelisah di sini menunggu cuaca membaik. Untuk kesekian kalinya pria itu meraih netbook yang tersimpan di dalam tasnya. Ia memasang modem dan membuka internet. Dengan media itulah ia memberi kabar ke istana tentang alasan keterlambatannya untuk pulang. Sementara ia berusaha mengirim pesan itu badai menampar-nampar jendela. Petir menggelegar dengan suara yang nyaris menggetarkan ruang tunggu dimana Sir Roy berada.  Kondisi itu menyebabkan Sir Roy nyaris tidak bisa mendengar suara yang keluar dari komputernya. Namun…

“Error lagi,” keluh sang Menteri. Koneksi yang lambat sejak beberapa menit yang lalu ternyata berakhir begini. Tanpa menyerah ia mencoba lagi dan lagi. Namun hasilnya tetap sama. Dengan bingung bercampur kecewa ia memasukkan kembali netbook itu ke dalam tas. Semua saluran komunikasi menuju istana telah terputus. Sir Roy merasa seperti orang yang terapung-apung di laut lepas. Ia merasa terpencil dan terasing dari dunia luar tanpa adanya alat komunikasi. Ia meraba handphone yang mendekam dengan aman di sakunya. Benda itu juga tidak berfungsi. Wilayah Kerajaan Kartunet ini sungguh luas. Daerah ini terletak sangat jauh dari istana, bahkan bisa dikatakan bahwa daerah dimana Sir Roy berada sekarang ini berada di salah satu ujung wilayah kerajaan yang berseberangan dengan istana. Bukan hanya jarak yang memisahkan daerah ini dengan istana melainkan juga lautan yang terbentang luas. Sehingga wajar saja jika operator ponsel yang digunakan di daerah sekitar istana tidak bisa digunakan di sini karena tidak adanya sinyal. Demikian pula sebaliknya. Tempat ini seperti di ujung dunia, keluh Sir Roy.
***
Sir Roy juga tidak tahu bahwa Lady Mariana juga kesulitan menghubunginya. Wanita yang menjabat Menteri Keuangan itu hendak meminta keterangan dari rekannya itu tentang dana pembangunan perpustakaan tersebut. Namun lagi-lagi hanya operator yang menjawab bahwa telepon Sir Roy tidak aktif.

“Kau menjalankan tugasmu dengan baik. Ini hadiah yang kujanjikan,” ujar ibu kantin kepada seorang pria yang berdiri di hadapannya. Pria itu menatap ibu kantin dengan kagum. Wanita ini hebat, batinnya. Walaupun tunanetra ia dapat mengurus segalanya dengan baik. Pandangan pria yang berprofesi sebagai pengamat cuaca itu beralih dari ibu kantin ke bungkusan yang baru saja diletakkan di atas meja. Ia lalu memeriksanya sekilas. Matanya bercahaya ketika ia mendapati tumpukan uang di dalamnya. Sungguh tidak sia-sia ia memberitahu Ibu kantin kapan akan terjadinya cuaca buruk di seberang lautan. Tentu saja ia tidak tahu tujuan wanita itu yang ingin memanfaatkan kondisi cuaca untuk menutupi kejahatannya sendiri.
***
Di salah satu ruangan di dalam istana Sir Riqo de Kartunet sedang sibuk dengan komputernya yang mendadak dipenuhi virus. Dari mana virus-virus ini berasal? Benar-benar ganas. Semuanya kacau dan tidak ada antivirus yang bisa melawannya. Sir Riqo mendengus kesal. Kalau sudah begini tidak ada jalan lain selain diformat ulang. Ketika sedang sibuk mengutak-atik komputernya ingatan kepala dewan seniman istana itu melayang kepada hari sebelumnya. Ada sebuah email aneh yang mampir di inbox emailnya. Beberapa saat kemudian ia baru sadar. Pasti email itu berisi virus, pikirnya. Sebuah sapaan mendadak membuyarkan konsentrasinya.

“Eh, lo lagi ngapain?” Sesosok pria berjalan menghampirinya. Ternyata itu Baron van Banteng, sahabatnya yang berkedudukan sebagai juru bicara istana. Sir Riqo lalu menjelaskan apa yang sedang diperbuatnya.

“Payah ni virus,” gerutunya. Baron van Banteng merasa tertarik.

“Virus apaan?”

Sir Riqo lalu menjelaskan karakteristik virus itu. Dahi Baron van Banteng berkerut. Ia teringat virus ciptaannya sendiri yang akan digunakannya untuk menciptakan antivirus yang ampuh sebagai bekal bagi Sir Aris sang panglima perang untuk memperkuat pertahanan benteng cyber kerajaan Kartunet. Tapi mana mungkin itu ciptaannya. Tidak ada yang bisa menggunakan netbooknya tanpa seizinnya. Maka tidak mungkin ada yang mengcopy file virus tersebut. Setelah komputer Sir Riqo pulih kembali kendatipun banyak file yang hilang mereka lalu menyelidiki email aneh yang kemarin diterima Sir Riqo. Kali ini mereka lebih hati-hati. Mereka tidak membuka email itu lagi melainkan langsung menyelidiki alamat pengirim. Dengan keahlian mereka Baron van Banteng dan Mr. Riqo berhasil membuka inbox email pengirim. Tidak lama kemudian mereka terkejut bukan kepalang. Rasanya petir yang menggelegar di luar belum seberapa jika dibandingkan dengan kejutan yang mengguncang jantung mereka. Sir Riqo lebih lagi. Ia tidak bisa mempercayai pendengarannya.

“Ibu kantin?” seru mereka bersamaan.

“Untuk apa dia melakukan ini?” bisik Baron van Banteng yang dengan segera menjadi pucat. Keterkejutan, kemarahan, dan rasa penasaran tercermin di wajahnya.
***
Sir Riqo melompat dari kursinya. Wajahnya merah padam karena ia kehilangan data-data penting yang belum sempat dibuat backupnya.

“Kita harus tanya padanya,” ujarnya dengan napas memburu. Kalau saja ada orang yang melihatnya saat itu mereka pasti terkejut setengah mati. Ia hendak membuka pintu namun Baron van Banteng mencegahnya.

“Tunggu,” ujarnya. “Ada yang aneh. Untuk apa dia menghubungi orang-orang ini?”

Di sana mereka menemukan email dari seseorang yang menggunakan alamat email Badan Meteorologi dan Geofisika Kerajaan Kartunet. Email itu berisi ucapan terima kasih atas hadiah yang diberikan ibu kantin. Mereka juga menemukan email lain dari pengirim yang sama, yang memaparkan kondisi cuaca di suatu tempat di seberang lautan. Baron van Banteng segera ingat bahwa tempat itu adalah tempat tujuan Sir Roy dalam tugas kunjungannya kali ini. Di dalam email itu mereka menemukan data lengkap keadaan cuaca dari mulai tekanan udara, curah hujan dan kapan tepatnya akan terjadi badai.

“Jadi sekarang ini di sana sedang ada badai!” desis Baron van Banteng. Sir Riqo menggumam pelan, “Jadi itu sebabnya Sir Roy tidak bisa dihubungi.”

“Apa?” Baron van Banteng terkejut.

“Dalam laporan keuangan kantin tadi siang Lady Mariana menemukan defisit yang cukup besar. Kata ibu kantin itu disebabkan oleh Sir Roy yang meminjam dana cukup besar untuk pendirian perpustakaan. Lady Mariana agak ragu karena kerajaan sudah mengalokasikan dana untuk itu sehingga mustahil rasanya dana itu kurang. Lalu ibu kantin mengusulkan agar Lady Mariana bertanya sendiri pada Sir Roy, namun sampai sekarang beliau tidak bisa dihubungi.”
***
Selain itu juga ada surat lain dari petugas bandara di seberang lautan yang mengabarkan bahwa semua penerbangan hari itu dibatalkan karena cuaca buruk. Maka pesawat yang rencananya akan membawa Menteri Pendidikan kembali ke ibukota juga tidak dapat berangkat karena cuaca tidak memungkinkan.  Ada juga surat dari seseorang yang mengabarkan bahwa ia berhasil mengundurkan waktu keberangkatan Menteri Pendidikan sampai beberapa hari sebelum puncak cuaca buruk.

“Jadi bisa dipastikan bahwa beliau tidak bisa langsung pulang ke ibukota setelah kunjungannya selesai.” Komputer Sir Riqo berbicara sendiri di tengah deru hujan. Mr. Riqo dan Baron van Banteng tidak bisa berkata-kata. Mereka diam sambil sibuk mencerna isi email itu.

“Apa artinya ini?” tanya Baron van Banteng yang sangat kecewa karena Ibu kantin ternyata telah mencegah Sir Roy pulang tepat waktu. Tapi untuk apa?
***
Seorang wanita berkebaya merah lari tunggang langgang seperti dikejar setan. Ia tidak tahu ke arah mana ia berlari. Semak dan ranting-ranting yang tajam menggores kulitnya namun ia tidak sempat merasakannya. Siraiannya juga robek di beberapa tempat karena dahan-dahan itu. Bu kantin terus berlari memasuki hutan lebat. Rencananya berantakan. Tadi Sir Riqo dan Baron van Banteng menemuinya. Mereka ternyata sudah tahu semuanya. Defisit keuangan kantin bukan disebabkan oleh hutang Sir Roy seperti yang ia bualkan, melainkan karena tindakan korupsi yang ia lakukan.  Tidak ia sangka tindakannya mencuri file virus dari komputer Baron van Banteng berbalik menyerang dirinya sendiri. Tadinya ia mendengar bahwa Sir Riqo baru saja mendapat software hacking generasi terbaru. Bu kantin takut Sir Riqo akan menng –hack data-datakeuangannya sehingga ia nekat mengirimkan virus tersebut. Dan tadi kedua seniornya itu saling berbantahan tentang perlu tidaknya perbuatan Ibu kantin itu dilaporkan kepada Mahaprabu Dimas. Dan saat mereka berbantahan itulah Ibu kantin memanfaatkan kesempatan untuk melarikan diri. Ia tidak sanggup terus berada di istana dan menyaksikan kejahatannya terkuak kepada umum.  Ia memang sudah berencana untuk kabur dari istana sebelum Sir Roy pulang dan iapun sudah menyiapkan villa yang nyaman di luar negeri, namun ternyata semuanya berantakan. Ia terSirsa pergi seperti tikus ketakutan gara-gara kondisi yang di luar dugaan. Siapa yang menduga bahwa kejahatannya justru terkuak oleh sahabatnya sendiri? Sungguh tidak terkatakan betapa malunya ia. Cepat atau lambat semua pasti akan terbongkar kepada umum karena Sir Roy pasti akan pulang dan mengatakan pada Lady Mariana bahwa ia tidak pernah berhutang sebesar itu kepada kantin. Ia memang sering berhutang namun itu tidak lebih dari sepiring nasi goreng dan segelas kopi. Karena keangkuhannya yang begitu besar Ibu kantin tidak suka mengakui dan meminta maaf. Selain itu pastilah penjara telah menunggunya. Bahkan mungkin tiang gantungan.
***
Ibu kantin menjerit saat kakinya tersandung di rumput-rumput tebal yang seolah menjeratnya. Ia terjatuh namun ternyata di depannya berdiri sebuah pohon besar. Maka tak terelakkan lagi kepalanya terbentur pada batang pohon itu. Ia merintih tanpa bisa bergerak. Kepalanya berdarah. Pandangannya berkunang-kunang namun ia masih dapat merasakan tanah di bawahnya bergetar. Bum, bum, bum. Seolah ada raksasa yang sedang berjalan menuju ke arahnya. Hal itu terpikir pula oleh Ibu kantin yang segera beringsut secepat mungkin dengan sisa tenaganya. Kepalanya sakit sekali seperti mau pecah. Ia tidak menyadari ada seekor naga yang berdiri tidak jauh di belakangnya. Naga itu sangat besar. Tingginya mencapai lima belas metar. Bu kantin baru sadar saat ia mendengar makhluk itu menggerung seperti gunung berapi yang hendak meletus. Tapi apa daya wanita berkebaya merah itu tidak bisa bergerak lagi. Naga yang tertarik dengan bau darah yang mengalir di kepala Ibu kantinpun membuka mulut lalu secepat kilat ia menyambar ke bawah. Napas ibu kantin mendadak sesak ketika bau busuk menerjangnya bersamaan dengan hujaman gigi-gigi runcing si naga. Ia menjerit namun tentu saja tidak ada yang mendengarnya. Lendir panas berbau busuk membuatnya pingsan sementara ia terhisap masuk ke kerongkongan si naga.
***
Sir Riqo dan Baron van Banteng berdiri kebingungan di luar istana. Mereka yang tadi berdebat tentang perlu tidaknya tindak korupsi ini dilaporkan mendadak menyadari bahwa Ibu kantin menghilang. Mereka mencari ke mana-mana namun nihil. April yang turut membantu pun tidak dapat menemukan atasannya itu di mana-mana. Mendadak mereka mendengar suara menggeram yang menggetarkan daratan. April menjerit.

“Ada monstter!” Dengan sisa penglihatannya Sir Riqo langsung melihat ke arah yang ditunjuk April. Ia segera berteriak memperingatkan seluruh penghuni istana. Segera saja kepanikan terjadi, namun Sir Aris sang panglima perang segera datang. Dengan lantang ia menyuruh para penghuni istana agar tetap di dalam sementara ia menekan sebuah tombol di remote control yang dibawanya. Sebuah pintu besar di benteng yang mengelilingi istana menggeser terbuka tanpa suara. April ternganga. Ternyata di balik benteng itu ada sebuah ruangan besar yang menjorok masuk di dinding yang amat tebal itu. Dari dalamnya sebuah meriam meluncur keluar secara otomatis di atas rangkaian roda. Dengan berkonsentrasi ke arah datangnya suara geraman Sir Aris mengarahkan moncong meriam. Sesaat kemudian terdengar bunyi tembakan dan tubuh naga itu pun roboh.

“Tuan, awas!!!” teriak April sambil menarik tangan Baron van Banteng. Sir Riqo yang melihat tubuh naga yang roboh ke arah mereka melompat mundur tepat pada waktunya. Dengan bunyi debam keras naga itu pun terkapar. Sir Riqo yang sangat terkejut karena nyaris saja tertimpa tubuh naga menebaskan pedangnya dengan marah. Maka terpisahlah kepala sang naga dari tubuhnya. Bau amis darah segera menguar di udara. Beberapa penghuni istana yang mengetahui matinya naga itu bersorak sorai. Namun di antara kehebohan itu April menjerit karena melihat sesosok tubuh di dalam kerongkongan naga yang telah ditebas putus oleh Sir Riqo.

“Ibu kantin!” jeritnya. Segeralah mereka memanggil para petugas kesehatan yang lalu datang tanpa dipanggil dua kali. Mereka membebaskan tubuh Ibu kantin dari kerongkongan naga. Kondisinya sangat memprihatinkan. Berlumur lendir lengket berbau busuk dan Siraian serta rambutnya pun acak-acakan.

“Bagaimana keadaannya?” tanya April, Baron van Banteng, dan Sir Riqo bersamaan. Meski kedua orang yang disebutkan terakhir ini mengetahui kesalahan besar Ibu kantin, namun mengetahui kondisi itu mereka tidak tega karena hampir seluruh penghuni istana sudah seperti keluarga sendiri, termasuk Ibu kantin. Sang dokter melepas masker dan kacamatanya lalu menjawab muram bahwa Ibu kantin sudah tidak ada lagi.
***
Satu minggu setelah kejadian itu terlihat tiga sosok melangkah menyusuri jalanan menuju pekuburan kerajaan. Mereka lalu menghampiri sebuah nisan bertuliskan Ibu kantin. Selamanya ia memang orang yang misterius. Tidak ada orang yang tahu nama aslinya. Baron van Banteng dan Sir Riko ketika itu sepakat untuk tidak melaporkan perbuatan Ibu kantin kepada sang Mahaprabu. Biarlah hal itu tetap menjadi rahasia karena ibu kantin sudah mendapat hukumannya sendiri. Di samping kesalahannya ia juga telah banyak berjasa bagi kerajaan sehingga ia dimakamkan secara terhormat di pekuburan istana. Keuangan kantin pun pulih kembali setelah ditutup dengan uang dari tabungan ibu kantin yang diambil alih oleh pihak kerajaan karena ibu kantin tidak mempunyai ahli waris. Demikianlah kerajaan kembali makmur dan sejahtera. Baron van Banteng dan Sir Riqo pun tidak pernah membicarakan kasus itu lagi. Bagi mereka itu hanyalah sebuah rahasia yang hanya diketahui oleh dua orang saja, yaitu Baron van Banteng dan  Sir Riqo.***Tamat***