Mata Hatiku

Hai! Namaku Chrysanova. Selamat datang dib log Mata Hatiku. Blog ini dibuat untuk menampung beberapa tulisanku sekalian buat “pamer”,hehehe. Buat kalian yang udah repot-repot datang,kenapa nggak kalian sumbangin komentar biar ke depannya kita semua bisa nikmatin cerita yang lebih bagus di sini. OK,segitu aja dari aku. Selamat membaca ya. Thanks a lot.

Guest Book

click here to fill it

Minggu, 12 Februari 2012

Misteri Kantin Kartunet



“Bu Kantin, saya mohon petunjuk Ibu untuk mempersiapkan barang untuk besok.”
***
Mendengar kata-kata yang tidak diucapkan dengan sopan santun ala istana itu sang wanita tidak kehilangan senyumnya. Dari suara yang tadi didengarnya ia tahu bahwa yang ada di hadapannya ini adalah April, seorang karyawan baru di kantin Kerajaan Kartunet. Tidak heran jika April masih kesulitan beradaptasi dengan kehidupan istana yang penuh dengan disiplin tatakrama itu mengingat keberadaannya yang baru sebulan di sini.  Wanita yang dipanggil Bu Kantin itu tidak kehilangan kesabaran. Suaranya tetap tenang ketika ia memberikan petunjuk pada April tentang apa saja yang perlu dipersiapkan. April masih bergerak-gerak gelisah pertanda ia masih khawatir tidak bisa melakukan tugasnya dengan baik. Ibu Kantin dapat mengetahui kegugupan gadis itu dari gemerisik kain kebaya yang diSirainya.

“Tenang saja, Sayang. Sebentar lagi aku akan turun ke dapur untuk mengecek kelengkapan persediaan kita.”
***
Mendengar kata-kata itu April menghembuskan napas lega. Bu Kantin memang baik hati, pikirnya. Mendadak Ibu Kantin menyadari sesuatu. Bagaimanapun, mata April masih awas.

“Sudah, lanjutkan pekerjaanmu,” ujarnya. April mengangguk lalu cepat-cepat kembali ke dapur. Ibu Kantin cepat-cepat menutup pintu kamar. Komputer yang tadi dibiarkannya dalam keadaan menyala masih setia menunggu di tempat semula. Hanya saja sekarang komputer itu membisu. Untung saja, pikir Ibu Kantin. Data yang sedang ia buka adalah data rahasia yang tidak boleh terdengar orang lain.
***
Belum lama Ibu kantin menyibukkan diri di depan komputer kembali terdengar ketukan di pintu. Kali ini Ibu kantin bersikap lebih hati-hati. Jemari lentik wanita yang berusia 230 tahun itu bergerak dengan cepat mematikan komputer. Di usianya itu wanita yang biasa memakai kebaya merah itu terlihat muda dan cantik. Memang usia 230 tahun terhitung masih muda di Kerajaan Kartunet. Segera ia membuka pintu. Seorang wanita berkebaya yang membawa sebuah map berdiri di depan pintu. Begitu mendengar suara pintu dibuka ia segera memperkenalkan diri sebagai salah satu petugas dari Kementerian Keuangan Kerajaan Kartunet.

“Anda diminta menghadap sang menteri untuk melaporkan data keuangan kantin,” ujarnya dengan lancar dan sistematis.

“Baik,” jawab Ibu kantin. Ia masuk kembali ke kamarnya dan menelusuri rak di bawah meja komputernya yang berisi piringan CD yang berjejer rapi. Setelah menemukan apa yang dicarinya dari sana ia menarik sebuah piringan CD yang bertanda LK 11 pada kemasan karton yang melindungi CD itu dari debu. Ia membawanya menghadap Menteri Keuangan yang bernama Lady Mariana. Lady Mariana sedang duduk menghadapi meja kerjanya. Setelah mendengarkan laporan singkat dari wanita pengurus logistik kerajaan itu ia memasukkan CD yang diterimanya dari Ibu kantin ke seperangkat PC yang terletak di meja kerjanya lalu membuka file yang ada di sana.

“Sepertinya tahun ini tidak begitu baik,” ujarnya setelah menyimak keseluruhan data itu.

“Banyak pengeluaran tak terduga yang menyebabkan defisit.”

Sang ibu kantin mengiyakan.

“Memang benar. Tahun ini banyak sekali yang berhutang ke kantin. Apalagi beberapa minggu yang lalu Menteri Pendidikan juga meminjam dalam jumlah besar untuk mendirikan perpustakaan.”

“Begitu?” Mata Lady Mariana terbelalak. Ia hampir tidak dapat mempercayai pendengarannya tadi.

“Sir Roy? Tapi kukira kami telah mengucurkan dana yang cukup besar untuk itu. Kau tidak bohong kan?”

“Tidak. Sebaiknya Anda konfirmasikan saja kepada beliau kalau Anda tidak percaya.”

Pertemuan itu pun berakhir setelah beberapa pertanyaan lagi. Bu kantin keluar dari ruangan itu dengan mengulum senyum. Seolah ada sesuatu di kepalanya yang tidak ia beritahukan kepada Lady Mariana.
***
Sementara itu di seberang lautan seorang pria sedang duduk dengan dahi berkerut. Ia bingung. Cuaca buruk yang tidak putus-putusnya menyebabkan semua penerbangan dibatalkan. Padahal ia harus segera pulang. Sebagai Menteri Pendidikan Kerajaan Kartunet banyak sekali hal yang harus diurusnya. Semua itu menumpuk di kantornya di istana sementara ia duduk gelisah di sini menunggu cuaca membaik. Untuk kesekian kalinya pria itu meraih netbook yang tersimpan di dalam tasnya. Ia memasang modem dan membuka internet. Dengan media itulah ia memberi kabar ke istana tentang alasan keterlambatannya untuk pulang. Sementara ia berusaha mengirim pesan itu badai menampar-nampar jendela. Petir menggelegar dengan suara yang nyaris menggetarkan ruang tunggu dimana Sir Roy berada.  Kondisi itu menyebabkan Sir Roy nyaris tidak bisa mendengar suara yang keluar dari komputernya. Namun…

“Error lagi,” keluh sang Menteri. Koneksi yang lambat sejak beberapa menit yang lalu ternyata berakhir begini. Tanpa menyerah ia mencoba lagi dan lagi. Namun hasilnya tetap sama. Dengan bingung bercampur kecewa ia memasukkan kembali netbook itu ke dalam tas. Semua saluran komunikasi menuju istana telah terputus. Sir Roy merasa seperti orang yang terapung-apung di laut lepas. Ia merasa terpencil dan terasing dari dunia luar tanpa adanya alat komunikasi. Ia meraba handphone yang mendekam dengan aman di sakunya. Benda itu juga tidak berfungsi. Wilayah Kerajaan Kartunet ini sungguh luas. Daerah ini terletak sangat jauh dari istana, bahkan bisa dikatakan bahwa daerah dimana Sir Roy berada sekarang ini berada di salah satu ujung wilayah kerajaan yang berseberangan dengan istana. Bukan hanya jarak yang memisahkan daerah ini dengan istana melainkan juga lautan yang terbentang luas. Sehingga wajar saja jika operator ponsel yang digunakan di daerah sekitar istana tidak bisa digunakan di sini karena tidak adanya sinyal. Demikian pula sebaliknya. Tempat ini seperti di ujung dunia, keluh Sir Roy.
***
Sir Roy juga tidak tahu bahwa Lady Mariana juga kesulitan menghubunginya. Wanita yang menjabat Menteri Keuangan itu hendak meminta keterangan dari rekannya itu tentang dana pembangunan perpustakaan tersebut. Namun lagi-lagi hanya operator yang menjawab bahwa telepon Sir Roy tidak aktif.

“Kau menjalankan tugasmu dengan baik. Ini hadiah yang kujanjikan,” ujar ibu kantin kepada seorang pria yang berdiri di hadapannya. Pria itu menatap ibu kantin dengan kagum. Wanita ini hebat, batinnya. Walaupun tunanetra ia dapat mengurus segalanya dengan baik. Pandangan pria yang berprofesi sebagai pengamat cuaca itu beralih dari ibu kantin ke bungkusan yang baru saja diletakkan di atas meja. Ia lalu memeriksanya sekilas. Matanya bercahaya ketika ia mendapati tumpukan uang di dalamnya. Sungguh tidak sia-sia ia memberitahu Ibu kantin kapan akan terjadinya cuaca buruk di seberang lautan. Tentu saja ia tidak tahu tujuan wanita itu yang ingin memanfaatkan kondisi cuaca untuk menutupi kejahatannya sendiri.
***
Di salah satu ruangan di dalam istana Sir Riqo de Kartunet sedang sibuk dengan komputernya yang mendadak dipenuhi virus. Dari mana virus-virus ini berasal? Benar-benar ganas. Semuanya kacau dan tidak ada antivirus yang bisa melawannya. Sir Riqo mendengus kesal. Kalau sudah begini tidak ada jalan lain selain diformat ulang. Ketika sedang sibuk mengutak-atik komputernya ingatan kepala dewan seniman istana itu melayang kepada hari sebelumnya. Ada sebuah email aneh yang mampir di inbox emailnya. Beberapa saat kemudian ia baru sadar. Pasti email itu berisi virus, pikirnya. Sebuah sapaan mendadak membuyarkan konsentrasinya.

“Eh, lo lagi ngapain?” Sesosok pria berjalan menghampirinya. Ternyata itu Baron van Banteng, sahabatnya yang berkedudukan sebagai juru bicara istana. Sir Riqo lalu menjelaskan apa yang sedang diperbuatnya.

“Payah ni virus,” gerutunya. Baron van Banteng merasa tertarik.

“Virus apaan?”

Sir Riqo lalu menjelaskan karakteristik virus itu. Dahi Baron van Banteng berkerut. Ia teringat virus ciptaannya sendiri yang akan digunakannya untuk menciptakan antivirus yang ampuh sebagai bekal bagi Sir Aris sang panglima perang untuk memperkuat pertahanan benteng cyber kerajaan Kartunet. Tapi mana mungkin itu ciptaannya. Tidak ada yang bisa menggunakan netbooknya tanpa seizinnya. Maka tidak mungkin ada yang mengcopy file virus tersebut. Setelah komputer Sir Riqo pulih kembali kendatipun banyak file yang hilang mereka lalu menyelidiki email aneh yang kemarin diterima Sir Riqo. Kali ini mereka lebih hati-hati. Mereka tidak membuka email itu lagi melainkan langsung menyelidiki alamat pengirim. Dengan keahlian mereka Baron van Banteng dan Mr. Riqo berhasil membuka inbox email pengirim. Tidak lama kemudian mereka terkejut bukan kepalang. Rasanya petir yang menggelegar di luar belum seberapa jika dibandingkan dengan kejutan yang mengguncang jantung mereka. Sir Riqo lebih lagi. Ia tidak bisa mempercayai pendengarannya.

“Ibu kantin?” seru mereka bersamaan.

“Untuk apa dia melakukan ini?” bisik Baron van Banteng yang dengan segera menjadi pucat. Keterkejutan, kemarahan, dan rasa penasaran tercermin di wajahnya.
***
Sir Riqo melompat dari kursinya. Wajahnya merah padam karena ia kehilangan data-data penting yang belum sempat dibuat backupnya.

“Kita harus tanya padanya,” ujarnya dengan napas memburu. Kalau saja ada orang yang melihatnya saat itu mereka pasti terkejut setengah mati. Ia hendak membuka pintu namun Baron van Banteng mencegahnya.

“Tunggu,” ujarnya. “Ada yang aneh. Untuk apa dia menghubungi orang-orang ini?”

Di sana mereka menemukan email dari seseorang yang menggunakan alamat email Badan Meteorologi dan Geofisika Kerajaan Kartunet. Email itu berisi ucapan terima kasih atas hadiah yang diberikan ibu kantin. Mereka juga menemukan email lain dari pengirim yang sama, yang memaparkan kondisi cuaca di suatu tempat di seberang lautan. Baron van Banteng segera ingat bahwa tempat itu adalah tempat tujuan Sir Roy dalam tugas kunjungannya kali ini. Di dalam email itu mereka menemukan data lengkap keadaan cuaca dari mulai tekanan udara, curah hujan dan kapan tepatnya akan terjadi badai.

“Jadi sekarang ini di sana sedang ada badai!” desis Baron van Banteng. Sir Riqo menggumam pelan, “Jadi itu sebabnya Sir Roy tidak bisa dihubungi.”

“Apa?” Baron van Banteng terkejut.

“Dalam laporan keuangan kantin tadi siang Lady Mariana menemukan defisit yang cukup besar. Kata ibu kantin itu disebabkan oleh Sir Roy yang meminjam dana cukup besar untuk pendirian perpustakaan. Lady Mariana agak ragu karena kerajaan sudah mengalokasikan dana untuk itu sehingga mustahil rasanya dana itu kurang. Lalu ibu kantin mengusulkan agar Lady Mariana bertanya sendiri pada Sir Roy, namun sampai sekarang beliau tidak bisa dihubungi.”
***
Selain itu juga ada surat lain dari petugas bandara di seberang lautan yang mengabarkan bahwa semua penerbangan hari itu dibatalkan karena cuaca buruk. Maka pesawat yang rencananya akan membawa Menteri Pendidikan kembali ke ibukota juga tidak dapat berangkat karena cuaca tidak memungkinkan.  Ada juga surat dari seseorang yang mengabarkan bahwa ia berhasil mengundurkan waktu keberangkatan Menteri Pendidikan sampai beberapa hari sebelum puncak cuaca buruk.

“Jadi bisa dipastikan bahwa beliau tidak bisa langsung pulang ke ibukota setelah kunjungannya selesai.” Komputer Sir Riqo berbicara sendiri di tengah deru hujan. Mr. Riqo dan Baron van Banteng tidak bisa berkata-kata. Mereka diam sambil sibuk mencerna isi email itu.

“Apa artinya ini?” tanya Baron van Banteng yang sangat kecewa karena Ibu kantin ternyata telah mencegah Sir Roy pulang tepat waktu. Tapi untuk apa?
***
Seorang wanita berkebaya merah lari tunggang langgang seperti dikejar setan. Ia tidak tahu ke arah mana ia berlari. Semak dan ranting-ranting yang tajam menggores kulitnya namun ia tidak sempat merasakannya. Siraiannya juga robek di beberapa tempat karena dahan-dahan itu. Bu kantin terus berlari memasuki hutan lebat. Rencananya berantakan. Tadi Sir Riqo dan Baron van Banteng menemuinya. Mereka ternyata sudah tahu semuanya. Defisit keuangan kantin bukan disebabkan oleh hutang Sir Roy seperti yang ia bualkan, melainkan karena tindakan korupsi yang ia lakukan.  Tidak ia sangka tindakannya mencuri file virus dari komputer Baron van Banteng berbalik menyerang dirinya sendiri. Tadinya ia mendengar bahwa Sir Riqo baru saja mendapat software hacking generasi terbaru. Bu kantin takut Sir Riqo akan menng –hack data-datakeuangannya sehingga ia nekat mengirimkan virus tersebut. Dan tadi kedua seniornya itu saling berbantahan tentang perlu tidaknya perbuatan Ibu kantin itu dilaporkan kepada Mahaprabu Dimas. Dan saat mereka berbantahan itulah Ibu kantin memanfaatkan kesempatan untuk melarikan diri. Ia tidak sanggup terus berada di istana dan menyaksikan kejahatannya terkuak kepada umum.  Ia memang sudah berencana untuk kabur dari istana sebelum Sir Roy pulang dan iapun sudah menyiapkan villa yang nyaman di luar negeri, namun ternyata semuanya berantakan. Ia terSirsa pergi seperti tikus ketakutan gara-gara kondisi yang di luar dugaan. Siapa yang menduga bahwa kejahatannya justru terkuak oleh sahabatnya sendiri? Sungguh tidak terkatakan betapa malunya ia. Cepat atau lambat semua pasti akan terbongkar kepada umum karena Sir Roy pasti akan pulang dan mengatakan pada Lady Mariana bahwa ia tidak pernah berhutang sebesar itu kepada kantin. Ia memang sering berhutang namun itu tidak lebih dari sepiring nasi goreng dan segelas kopi. Karena keangkuhannya yang begitu besar Ibu kantin tidak suka mengakui dan meminta maaf. Selain itu pastilah penjara telah menunggunya. Bahkan mungkin tiang gantungan.
***
Ibu kantin menjerit saat kakinya tersandung di rumput-rumput tebal yang seolah menjeratnya. Ia terjatuh namun ternyata di depannya berdiri sebuah pohon besar. Maka tak terelakkan lagi kepalanya terbentur pada batang pohon itu. Ia merintih tanpa bisa bergerak. Kepalanya berdarah. Pandangannya berkunang-kunang namun ia masih dapat merasakan tanah di bawahnya bergetar. Bum, bum, bum. Seolah ada raksasa yang sedang berjalan menuju ke arahnya. Hal itu terpikir pula oleh Ibu kantin yang segera beringsut secepat mungkin dengan sisa tenaganya. Kepalanya sakit sekali seperti mau pecah. Ia tidak menyadari ada seekor naga yang berdiri tidak jauh di belakangnya. Naga itu sangat besar. Tingginya mencapai lima belas metar. Bu kantin baru sadar saat ia mendengar makhluk itu menggerung seperti gunung berapi yang hendak meletus. Tapi apa daya wanita berkebaya merah itu tidak bisa bergerak lagi. Naga yang tertarik dengan bau darah yang mengalir di kepala Ibu kantinpun membuka mulut lalu secepat kilat ia menyambar ke bawah. Napas ibu kantin mendadak sesak ketika bau busuk menerjangnya bersamaan dengan hujaman gigi-gigi runcing si naga. Ia menjerit namun tentu saja tidak ada yang mendengarnya. Lendir panas berbau busuk membuatnya pingsan sementara ia terhisap masuk ke kerongkongan si naga.
***
Sir Riqo dan Baron van Banteng berdiri kebingungan di luar istana. Mereka yang tadi berdebat tentang perlu tidaknya tindak korupsi ini dilaporkan mendadak menyadari bahwa Ibu kantin menghilang. Mereka mencari ke mana-mana namun nihil. April yang turut membantu pun tidak dapat menemukan atasannya itu di mana-mana. Mendadak mereka mendengar suara menggeram yang menggetarkan daratan. April menjerit.

“Ada monstter!” Dengan sisa penglihatannya Sir Riqo langsung melihat ke arah yang ditunjuk April. Ia segera berteriak memperingatkan seluruh penghuni istana. Segera saja kepanikan terjadi, namun Sir Aris sang panglima perang segera datang. Dengan lantang ia menyuruh para penghuni istana agar tetap di dalam sementara ia menekan sebuah tombol di remote control yang dibawanya. Sebuah pintu besar di benteng yang mengelilingi istana menggeser terbuka tanpa suara. April ternganga. Ternyata di balik benteng itu ada sebuah ruangan besar yang menjorok masuk di dinding yang amat tebal itu. Dari dalamnya sebuah meriam meluncur keluar secara otomatis di atas rangkaian roda. Dengan berkonsentrasi ke arah datangnya suara geraman Sir Aris mengarahkan moncong meriam. Sesaat kemudian terdengar bunyi tembakan dan tubuh naga itu pun roboh.

“Tuan, awas!!!” teriak April sambil menarik tangan Baron van Banteng. Sir Riqo yang melihat tubuh naga yang roboh ke arah mereka melompat mundur tepat pada waktunya. Dengan bunyi debam keras naga itu pun terkapar. Sir Riqo yang sangat terkejut karena nyaris saja tertimpa tubuh naga menebaskan pedangnya dengan marah. Maka terpisahlah kepala sang naga dari tubuhnya. Bau amis darah segera menguar di udara. Beberapa penghuni istana yang mengetahui matinya naga itu bersorak sorai. Namun di antara kehebohan itu April menjerit karena melihat sesosok tubuh di dalam kerongkongan naga yang telah ditebas putus oleh Sir Riqo.

“Ibu kantin!” jeritnya. Segeralah mereka memanggil para petugas kesehatan yang lalu datang tanpa dipanggil dua kali. Mereka membebaskan tubuh Ibu kantin dari kerongkongan naga. Kondisinya sangat memprihatinkan. Berlumur lendir lengket berbau busuk dan Siraian serta rambutnya pun acak-acakan.

“Bagaimana keadaannya?” tanya April, Baron van Banteng, dan Sir Riqo bersamaan. Meski kedua orang yang disebutkan terakhir ini mengetahui kesalahan besar Ibu kantin, namun mengetahui kondisi itu mereka tidak tega karena hampir seluruh penghuni istana sudah seperti keluarga sendiri, termasuk Ibu kantin. Sang dokter melepas masker dan kacamatanya lalu menjawab muram bahwa Ibu kantin sudah tidak ada lagi.
***
Satu minggu setelah kejadian itu terlihat tiga sosok melangkah menyusuri jalanan menuju pekuburan kerajaan. Mereka lalu menghampiri sebuah nisan bertuliskan Ibu kantin. Selamanya ia memang orang yang misterius. Tidak ada orang yang tahu nama aslinya. Baron van Banteng dan Sir Riko ketika itu sepakat untuk tidak melaporkan perbuatan Ibu kantin kepada sang Mahaprabu. Biarlah hal itu tetap menjadi rahasia karena ibu kantin sudah mendapat hukumannya sendiri. Di samping kesalahannya ia juga telah banyak berjasa bagi kerajaan sehingga ia dimakamkan secara terhormat di pekuburan istana. Keuangan kantin pun pulih kembali setelah ditutup dengan uang dari tabungan ibu kantin yang diambil alih oleh pihak kerajaan karena ibu kantin tidak mempunyai ahli waris. Demikianlah kerajaan kembali makmur dan sejahtera. Baron van Banteng dan Sir Riqo pun tidak pernah membicarakan kasus itu lagi. Bagi mereka itu hanyalah sebuah rahasia yang hanya diketahui oleh dua orang saja, yaitu Baron van Banteng dan  Sir Riqo.***Tamat***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar